Bekasi (ANTARA News) - Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan (DPPK) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mencatat penyusutan hutan bakau (mangrove) di Muaragembong dan Tarumajaya sejak 1997 setiap tahunnya mencapai 1.000 hektare di masing-masing kecamatan.
Sebelumnya hutan mangrove yang dimiliki Kabupaten Bekasi seluas 10.481,15 hektare dan terus menyusut setiap tahun, kata Kepala DPPK Bekasi Wahyudi Asmar di Kabupaten Bekasi, Sabtu.
Menurut dia, dari data ada tujuh desa yang mengalami abrasi, namun dari jumlah desa itu, ada tiga yang mengalami kerusakan cukup parah di Muaragembong, yakni Desa Pantaimekar, Pantaibakti, dan Pantaibahagia. Saat air laut pasang, ketinggian gelombang air laut mencapai dua meter.
Untuk abrasi, menurut dia, di Muaragembong hampir setiap tahun terjadi. Pada 2015 lalu, tingkat kerusakan hampir 59,5 hektare.
Sedangkan, tujuh wilayah yang mengalami kerusakan parah akibat abrasi, yaitu Muarapecah, Muarabesar, Muaramati, Muaragobah, Muarabendera, Muarabeting, dan Muarabungin, ujarnya.
Ia menyatakan penyebab utama terjadinya abrasi adalah penebangan liar yang dilakukan oleh orang tidak bertanggung jawab dan mengancam habitat hutan mangrove beserta hewan laut.
Kesadaran masyarakat untuk memelihara tanaman mangrove tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi. Akibatnya, warga yang tinggal di pesisir pantai terkena abrasi, katanya.
Penyusutan hutan mangrove, menurut dia, terjadi sejak lima tahun lalu di laut Bekasi yang berada pada laut Tarumajaya maupun Muaragembong.
Dari informasi yang didapat penebangan mangrove di daerah pesisir ini dijadikan kayu bakar sebagai pengganti kompor pada umumnya, ujarnya.
Penebangan tersebut cukup disayangkan, menurut dia, karena tidak diikuti oleh penanaman atau peremajaan hutan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
Penebangan hutan mangrove di Muaragembong dan Tarumajaya, dikatakannya, marak terjadi ketika warga setempat ada yang menggelar resepsi pernikahan.
Kesadaran yang minim menyebabkan luas hutan mangrove semakin berkurang dan mengancam keselamatan warga pesisir, ujarnya.
Wahyudi menjelaskan dalam penanggulangan abrasi ini akan dilakukan sosialiasi hutan mangrove akan bahaya dan kegunaannya.
Hal itu, dijelaskannya, penting diketahui oleh masyarakat sekitar guna membantu kelangsungan hidup bersama dalam memanfaatkan fungsi dan hasil yang lebih baik.
Selain itu, fungsi dari hutan mangrove ini juga dapat sebagai tempat tinggal biota laut dan dapat diambil atau diolah sebagai bahan makanan maupun kerajinan, ujarnya menambahkan.
Pewarta: Mayolus Fajar D.
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016