Namun, dari sisi perdagangan saja, kita masih defisit. Padahal, kerja sama itu kan harus saling menguntungkan."
Beijing (ANTARA News) - Mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Chaerul Tanjung (CT) mengatakan Indonesia dan Tiongkok harus semakin saling melengkapi dan menjalin hubungan serta kerja sama yang baik di masa datang.
"Indonesia dan Tiongkok memiliki potensi sumber daya yang dapat memenuhi kebutuhan masing-masing pihak," katanya dalam perbincangan dengan ANTARA News di Beijing, Jumat malam (28/10).
Pengusaha multinasional itu menilai, secara umum hubungan dan kerja sama Indonesia-Tiongkok semakin luas cakupannya.
"Namun, dari sisi perdagangan saja, kita masih defisit. Padahal, kerja sama itu kan harus saling menguntungkan," tutur pemilik dan pendiri kelompok bisnis CT Corp itu.
Ia pun mencontohkan, selama ini Tiongkok selalu mengimpor bahan mentah dari Indonesia, kemudian diproses dan dijual kembali ke negara lain, termasuk Indonesia, dengan produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.
"Ini jelas merugikan Indonesia," ungkapnya.
Kerja sama akan saling menguntungkan, menurut dia, jika proses pengolahannya dilakukan di Indonesia sehingga langsung mendapat nilai tambah, dan hasilnya dapat diekspor ke Tiongkok, bahkan diolah lagi untuk diselesaikan kembali (refinishing) yang bernilai tambah lebih tinggi lagi.
"Sehingga, Indonesia-Tiongkok sama-sama dapat manfaat," katanya.
CT pun berpendapat di masa depan tidak ada lagi bahan mentah yang diimpor Tiongkok dari Indonesia.
"Harapan saya, tidak ada ada lagi ekspor bahan mentah yang bernilai tambah kecil karena bagaimana pun ekspor barang bernilai tambah tinggi akan memberikan kesejahteraan rakyat, karena lapangan kerja juga akan terbuka luas," ujar mantan Ketua Komisi Ekonomi Nasional (KEN) itu.
CT menuturkan bahwa Tiongkok kini mulai melihat Indonesia sebagai negara tujuan investasi yang menjanjikan. Namun, Tiongkok belum menjadi negara utama yang menanamkan modalnya di Indonesia. Padahal, Tiongkok memiliki cadangan devisa besar, kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Seharusnya, menurut dia, Tiongkok menjadi nomor dua atau bahkan nomor satu dalam lima tahun ke depan, sebagai negara yang paling besar menanamkan modalnya di Indonesia, mengingat Tiongkok dalam kurun waktu tersebut akan menjadi kekuatan ekonomi dunia terbesar.
Oleh karena itu, ia menilai, masih banyak tantangan yang dihadapi dalam hubungan antara Indonesia-Tiongkok, sehingga diperlukan strategi cerdas agar hubungan serta kerja sama yang dijalin dengan Tiongkok memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Indonesia.
Dalam paparannya bertajuk "The New era of Asia in Changing World: The Future of China-Indonesia Relationship", CT mengungkapkan jumlah penanaman modal langsung dari luar negeri (FDI) Indonesia tercatat 15 miliar dolar Amerika Serikat (AS), sedangkan FDI Tiongkok tercatat 250 miliar dolar AS.
Selain itu, ia mengemukakan, di Indonesia konsumsi menjadi penyumbang terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) senilai 56 persen, sedangkan di Tiongkok investasi menjadi penyumbang terbesar PDB sekira 47 persen.
"Sebagai dua negara besar di masing-masing kawasan, Indonesia dan Tiongkok dapat menjadi lokomotif kebangkitan ekonomi Asia di masa datang, begitu pun India," ujarnya.
Ia menimpali, "Meski saat ini secara global ekonomi dunia tengah mengalami goncangan. Tiongkok meski mengalami pula perlambatan, namun tetap stabil. Dan, Indonesia sangat mungkin untuk bisa tumbuh dalam kisaran enam hingga tujuh persen pada tahun-tahun mendatang," demikian Chairul Tanjung.
Pewarta: Rini Utami
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016