"Saya berpendapat persoalan integritas dan kredibilitas, artinya ketika Dana Otonomi sudah banyak masuk ke Papua harus dimanfaatkan secara maksimal pemerintah yang ada di sana agar anggaran itu betul - betul dirasakan manfaatnya oleh masyarakat," kata Sarifuddin kepada Antara di Gedung DPR, Jakarta, Rabu.
Berbagai kerusuhan yang terjadi sebagai akibat masyarakat Papua merasa belum sejahtera, menurut dia, bisa ditekan oleh pemerintah.
Apalagi, tegas anggota Fraksi Partai Hanura itu, Dana Otsus untuk Papua sangat besar.
"Saya kira hanya persoalan kredibilitas dari seorang pemimpin dalam mengalokasikan anggaran untuk kepentingan masyarakat banyak," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan dana Otonomi Khusus tahun 2016 bertambah menjadi Rp5 triliun dan jumlah tersebut naik jika dibandingkan tahun 2014 yang sekitar Rp4 triliun.
"Meskipun demikian, dana Rp5 triliun sangatlah kecil jika melihat kondisi wilayah Papua yang sangatlah berbeda dengan daerah lain di Indonesia," katanya.
Menurut Lukas, dalam menjalankan pemerintahan, kemampuan pemerintah provinsi sangatlah terbatas sehingga apa yang dilakukan belum benar-benar memberi kepuasan bagi masyarakat Papua.
"Di sisi lain, hampir 13 tahun Papua menjalankan Undang-Undang Otsus dengan berbagai format, tetapi tidak satu pun yang mendesain secara baik untuk bidang-bidang yang menjadi fokus yakni pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat," ujarnya.
Dia menjelaskan tidak ada desain yang jelas untuk penggunaan Otsus dan Dana Otsus tidak menguntungkan orang Papua karena dana sebesar itu dibawa keluar Papua.
"Meskipun saat ini ada kebijakan 80 persen Dana Otsus diberikan kepada kabupaten-kota dan 20 persen dikelola provinsi, namun hal ini belum diketahui apakah bisa membawa kesejahteraan bagi masyarakat Papua atau tidak," katanya lagi.
Dia menambahkan hal ini belum dievaluasi karena baru berjalan satu tahun, nanti akan dicek apakah 80 persen itu benar-benar dipakai untuk kesejahteraan rakyat Papua di kampung-kampung atau tidak.
Pewarta: Marius Frisson Yewun
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016