Nusa Dua (ANTARA News) - Indonesia berambisi menciptakan sejarah dengan menjadi katalisator deklarasi norma-norma kesepakatan umum yang pertama bagi Asosiasi Negara-Negara Pesisir Samudra Hindia (IORA), kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Selasa di Nusa Dua.

"Selama hampir 20 tahun berdiri, IORA tidak pernah berhasil mencapai kesepakatan norma umum yang berfungsi sebagai payung besar kerja sama yang lebih luas. Kami berharap dalam periode keketuaan Indonesia kali ini, kesepakatan itu akan teraih," kata Retno yang akan memimpin perundingan tingkat menteri IORA pada 27 Oktober.

Negara-negara pesisir Samudra Hindia berpotensi untuk menjadi kekuatan baru dunia karena mereka mempunyai kepentingan yang sama dan mengelola sumber daya besar. Wilayah ini merupakan jalur perdagangan utama dunia yang dilewati 50 persen produksi minyak mentah dunia.

Wilayah ini menyumbang 14 persen ikan laut hasil tangkapan seluruh dunia dan tercatat menjadi tempat bagi 40 persen pengeboran minyak lepas pantai.

Namun sebagaimana dikatakan oleh Retno, IORA yang seharusnya menjadi payung bagi terciptanya kerja sama yang produktif antara negara-negara anggota justru berubah menjadi arena perebutan pengaruh antara negara-negara besar seperti India dan China.

"Akan ada beberapa prioritas dalam kesepakatan norma-norma umum ini, di antaranya adalah keamanan, manajemen perikanan, dan perekonomian biru," kata Retno.

Keamanan memang menjadi persoalan yang serius di Samudra Hindia dengan masih maraknya perompakan terhadap kapal dagang internasional di Somalia dan Selat Malaka.

Sementara dalam hal perikanan, organisasi pembela lingkungan WWF memperkirakan bahwa penangkapan berlebihan yang tidak berkelanjutan akan membuat ikan tuna punah di Samudra Hindia. Padahal, lebih dari 50 persen penangkapan tersebut dilakukan oleh negara-negara besar yang tidak berbatasan langsung dengan Samudra Hindia.

Retno mengklaim bahwa baru pada masa kepemimpinan Indonesia periode 2015-2017, IORA mulai mempertimbangkan diri untuk membuat payung besar bagi kerja sama yang lebih mendalam. Jakarta memang mempunyai pengalaman menjadi katalis regional di kawasan Asia Tenggara.

Sementara itu beberapa negara yang bukan merupakan anggota, namun diundang sebagai mitrawacana, seperti China dan Amerika Serikat, juga mulai menyuarakan pentingnya IORA untuk semakin mengintensifkan pertemuan dan mentransformasi diri menjadi organisasi besar.

"China sudah menawarkan bantuan infrastruktur kelautan melalui IORA. Negara mana yang akan dituju masih dalam pembahasan," kata Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Desra Percaya.

Bantuan infrastruktur dari China tersebut nampaknya ditujukan sebagai bagian dari visi Presiden Xi Jinping untuk membangun kembali jalur sutra laut sepanjang pesisir Samudra Hindia.

Menurut keterangan Desra, Amerika Serikat, yang juga merupakan mitrawicara, juga menawarkan bantuan keamanan laut di wilayah yang sama.

Jika Indonesia mampu mengulangi prestasi mereka di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), saat menjadi pendorong kesepakatan norma-norma umum di Bali tahun 2003 yang kini menjadi dasar terciptanya mekanisme perdagangan dan perpindahan bebas di Asia Tenggara, maka bukan tidak mungkin IORA akan menjadi batu loncatan baru Jakarta untuk tampil di panggung internasional.

Perundingan yang akan dipimpin Retno pada Kamis akan membahas norma-norma umum untuk delapan isu. Jika tercapai kesepatan, pasal-pasal hasil perundingan kemudian dibawa ke tingkat kepala negara IORA untuk ditandatangani pada konferensi tingkat tinggi tahun depan.

(T.G005)

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016