Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia menilai perbaikan pengelolaan fiskal yang dilakukan dalam beberapa bulan terakhir bisa membantu kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan mencapai 5,1 persen pada 2016.
"Perbaikan tata kelola fiskal, kebijakan publik yang lebih kuat serta reformasi struktural, termasuk tanggapan tepat waktu terkait harga pangan, telah memberikan hasil positif," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves dalam pemaparan laporan terbaru triwulan di Jakarta, Selasa.
Chaves menjelaskan salah satu risiko fiskal telah teratasi dengan baik karena penerimaan program amnesti pajak lebih besar dari perkiraan awal, apalagi hal tersebut ikut didukung oleh penyesuaian dalam postur belanja pemerintah.
Program amnesti pajak telah meraup uang tebusan Rp97,2 triliun atau 56,6 persen dari target Rp165 triliun pada akhir periode satu. Tambahan penerimaan ini diharapkan dapat menambah belanja modal yang bisa membawa dampak positif pada pertumbuhan.
"Risiko telah menurun dan beberapa indikator membaik. Ke depan, kami optimis bahwa upaya berkelanjutan untuk mengembangkan pariwisata dan manufaktur akan menghasilkan lebih banyak pekerjaan, meningkatkan pendapatan ekspor, dan semakin mendukung pertumbuhan," kata Chaves.
Selain itu, Bank Dunia mencatat adanya komitmen yang kuat dalam menurunkan angka kemiskinan di Indonesia, yang turun 0,4 persen pada triwulan I-2016, atau merupakan penurunan (year on year) terbesar dalam tiga tahun terakhir.
Penurunan angka kemiskinan itu didukung oleh upaya menjaga kestabilan harga beras melalui manajemen impor beras dan operasi pasar Bulog serta perluasan berbagai program bantuan sosial seperti Keluarga Harapan yang menyalurkan bantuan tunai bersyarat.
Menurut Bank Dunia, perluasan program tersebut yang didukung oleh kebijakan reformasi yang kuat telah mencakup 3,5 juta rumah tangga baru dan berkontribusi terhadap hampir sepertiga dari total angka penurunan kemiskinan.
Secara tidak langsung, hal itu ikut berdampak pada penurunan koefisien gini rasio hingga 1,1 poin, atau merupakan penurunan terbesar sejak krisis keuangan Asia pada periode 1997-1998, meski angka ketimpangan ini masih tetap tinggi.
Laporan triwulan terbaru edisi Oktober ini juga memaparkan potensi sektor pariwisata Indonesia untuk membuka investasi swasta, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan ekspor, dan memandu investasi infrastruktur yang ditargetkan di daerah tujuan pariwisata.
Practice Manager Bank Dunia untuk Makroekonomi dan Manajemen Fiskal di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Ndiame Diop mengatakan Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan industri pariwisata kelas dunia yang bermanfaat bagi perekonomian nasional.
"Namun untuk menghasilkan tujuan industri pariwisata, Indonesia perlu lebih banyak pembangunan infrastruktur, yang memerlukan koordinasi yang lebih baik antara instansi pemerintah dan sektor swasta," kata Diop.
Sebelumnya, Kementerian Pariwisata telah menetapkan target untuk menarik investasi swasta senilai 10 miliar dolar AS guna pengembangan 10 daerah tujuan wisata di berbagai daerah pada tahun 2019.
Menurut data World Travel and Tourism Council, setiap 1 juta dolar AS yang dikeluarkan untuk mendukung bisnis perjalanan dan wisata di Indonesia, dapat memberikan sebanyak 200 lapangan pekerjaan baru.
Laporan terbaru Bank Dunia ini juga menganalisa pentingnya akses layanan air bersih, sanitasi dan kebersihan di Indonesia untuk meningkatkan indikator-indikator kesehatan dan gizi.
Saat ini, terbatasnya akses layanan sanitasi dasar telah mempengaruhi tingginya tingkat kekurangan gizi, apalagi sekitar satu dari tiga anak di bawah usia 5 tahun di Indonesia menderita tinggi badan rendah untuk usia mereka.
Selain itu, laporan ini memaparkan dampak kebijakan ketahanan pangan terutama subsidi untuk produk pertanian dan evaluasi program sertifikasi guru yang menunjukkan bahwa peningkatan kualifikasi guru tidak cukup untuk memperbaiki capaian belajar siswa.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016