"Copy (salinan) dari dokumen ini akan kami kirim ke bapak presiden RI melalui menteri sekretaris negara untuk digunakan sebagaimana mestinya," kata Sudi, Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Dia menegaskan bahwa naskah asli laporan akhir TPF Munir tidak berada di tangan pihaknya dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, dan pihaknya akan terus menelusuri keberadaan dokumen asli.
"Naskah asli laporan akhir TPF Munir belum diketemukan, copy naskah laporan lengkap akan kami serahkan ke pemerintah yang sekarang," ujarnya.
Jika Presiden Jokowi memandang perlu untuk dibuka ke masyarakat, Sudi mengatakan pihaknya memberi dukungan penuh agar masyarakat mengetahui isi dalam laporan tersebut, sehingga tidak menimbulkan spekulasi atau tuduhan-tuduhan lain yang tidak berdasar.
Dia menjelaskan, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono waktu itu belum membuka dokumen itu ke publik karena masih diberlakukan sebagai pro-justitia guna kepentingan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, namun kepentingan itu sudah tidak ada lagi sekarang.
"Sangatlah tidak benar jika laporan TPF Munir itu sengaja dihilangkan," ujarnya.
Dia menuturkan tidak ada kepentingan dan urgensi apa pun untuk menghilangkan naskah laporan itu.
Menurutnya, masyarakat umum menyaksikan bahwa bukan hanya penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang dilakukan negara, bahkan telah digelar sejumlah peradilan terhadap mereka yang didakwa melakukan kejahatan atas meninggalnya Munir.
Dia menuturkan pemerintahan mantan Presiden SBY tidak pernah menghentikan proses penegakan hukum atas meninggalnya Munir.
Setelah TPF merampungkan tugasnya, proses penegakan hukum terus berlangsung sampai keputusan terhadap para terdakwa memilki kekuatan hukum tetap.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016