Yogyakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahadjo menyatakan siap dimintai keterangan terkait kasus korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional "E-KTP" 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri.
"Saya siap. Malah sudah memberikan (keterangan) ke dalam, dulu kronologinya bagaimana," kata Agus Rahadjo di sela acara "Anti Corruption Summit 2016" di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa.
Sebelumnya, nama Agus disebut oleh mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sebagai pihak yang mengetahui persoalan pengadaan KTP elektronik itu. Saat itu Agus masih menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Kendati LKPP saat itu sempat mendampingi proyek pengadaan E-KTP, Agus mengatakan lembaga yang ia pimpin saat itu, merupakan satu-satunya lembaga yang sejak awal menentang proyek tersebut dilanjutkan.
Menurut Agus, Gamawan telah berlebihan menyebut sejumlah nama dengan mengaitkan pada kasus itu.
"Pak Gamawan kalap itu siapapun disebut. Posisi saya waktu itu sangat jelas saya berseberangan denga mereka," kata dia.
Gamawan sebelumnya diperiksa KPK pada 12 Oktober 2016 terkait dugaan korupsi proyek KTP elektronik. Ia menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri pada 2009-2014.
Menurut Gamawan, pengawasan dalam proyek itu sudah dilakukann secara ketat misalnya satuan harga diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) baru diberikan ke Kemendagri dan didampingi pula oleh BPKP dan LKPP yang saat itu dipimpin oleh Agus Rahardjo.
Tersangka dalam kasus ini adalah mantan Dirjen Dukcapil Irman yang juga Kuasa Pengguna Anggaran proyek pengadaan E-KTP dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen proyek E-KTP Sugiharto.
Berdasarkan perhitungan BPKP, kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp2 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.
(L007/T007)
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016