... Tidak semua orang bisa bersekolah spesialis, dan pendidikan primer. Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan layanan primer. Apakah posisi mereka tidak dianggap?...Siak, Riau (ANTARA News) - Ikatan Dokter Indonesia Cabang Kabupaten Siak, Provinsi Riau, menolak program pendidikan Dokter Layanan Primer (DLP) karena dinilai hanya akan membuang waktu.
"Kalau kita menempuh pendidikan layanan primer lagi selama 3-4 tahun, kapan kami para dokter akan terjun ke lapangan secara langsung," ujar Ketua IDI Cabang Kabupaten Siak, Beni Chairuddin, saat perayaan hari IDI ke-66 di Siak, Senin.
Penolakan pendidikan Dokter Layanan Primer yang digagas pemerintah ini juga terjadi di banyak wilayah di Indonesia.
Dia mengatakan, untuk menempuh pendidikan menjadi seorang dokter umum menghabiskan waktu sekitar tujuh tahun. Katanya, pada dasarnya DLP sudah didapatkan selama masa pendidikan. "Dari 120.000 dokter di Indonesia, 80.000 lebih di antaranya adalah dokter umum," ucapnya.
Dia kembali menjelaskan, pendidikan awal yang ditempuh seorang calon dokter yakni selama empat tahun. Dua tahun selanjutnya harus menjadi "koasisten" atau dokter muda yang berpraktik di rumah sakit atau di fasilitas kesehatan lain pada daerah terpencil sebelum menempuh ujian.
Selain itu katanya lagi, DLP hanya akan membuat diskriminasi di antara dokter di Indonesia. Menurut dia, tidak semua dokter mampu untuk melanjutkan pendidikan ke prodi dokter layanan primer.
"Tidak semua orang bisa bersekolah spesialis, dan pendidikan primer. Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan layanan primer. Apakah posisi mereka tidak dianggap? padahal mereka sudah bersekolah lama-lama sekian tahun untuk mendapatkan gelar dokter," paparnya.
Dia berpendapat pemerintah seharusnya meningkatkan kualitas pendidikan dokter itu sendiri, bukan menambah programnya yang hanya akan memberatkan dan menambah beban.
"Kalau masalahnya dokter-dokter umum itu tidak siap pakai, perbaiki 'pabri-nya terlebih dahulu. Tingkatkan terlebih dahulu akreditas fakultas kedokteran yang ada di Indonesia ini," jelasnya.
Dia katakan, dari 72 fakultas kedokteran yang ada di Indonesia, baru 17 fakultas yang terakreditasi A, selebihnya hanya akreditasi B dan C.
Dia mengatakan, untuk menempuh pendidikan menjadi seorang dokter umum menghabiskan waktu sekitar tujuh tahun. Katanya, pada dasarnya DLP sudah didapatkan selama masa pendidikan. "Dari 120.000 dokter di Indonesia, 80.000 lebih di antaranya adalah dokter umum," ucapnya.
Dia kembali menjelaskan, pendidikan awal yang ditempuh seorang calon dokter yakni selama empat tahun. Dua tahun selanjutnya harus menjadi "koasisten" atau dokter muda yang berpraktik di rumah sakit atau di fasilitas kesehatan lain pada daerah terpencil sebelum menempuh ujian.
Selain itu katanya lagi, DLP hanya akan membuat diskriminasi di antara dokter di Indonesia. Menurut dia, tidak semua dokter mampu untuk melanjutkan pendidikan ke prodi dokter layanan primer.
"Tidak semua orang bisa bersekolah spesialis, dan pendidikan primer. Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan layanan primer. Apakah posisi mereka tidak dianggap? padahal mereka sudah bersekolah lama-lama sekian tahun untuk mendapatkan gelar dokter," paparnya.
Dia berpendapat pemerintah seharusnya meningkatkan kualitas pendidikan dokter itu sendiri, bukan menambah programnya yang hanya akan memberatkan dan menambah beban.
"Kalau masalahnya dokter-dokter umum itu tidak siap pakai, perbaiki 'pabri-nya terlebih dahulu. Tingkatkan terlebih dahulu akreditas fakultas kedokteran yang ada di Indonesia ini," jelasnya.
Dia katakan, dari 72 fakultas kedokteran yang ada di Indonesia, baru 17 fakultas yang terakreditasi A, selebihnya hanya akreditasi B dan C.
Pewarta: Fazar Muhardi dan Nella Marni
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016