Tasikmalaya (ANTARA News) - Populasi penyu hijau (Chelonia Mydas) di Kawasan Konservasi Sindangkerta (KKS), Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jabar, kian memprihatikan, bahkan bukan mustahil beberapa tahun mendatang punah. Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jabar, Ir. Tata Jatirasa kepada ANTARA, Senin, mengakui adanya penurunan tingkat populasi penyu hijau yang datang ke KKS. Data tahun 2006, jumlah penyu hijau yang mendarat di KKS tercatat hanya 54 ekor, padahal data tahun 2002 menyebutkan populasi penyu hijau masih berjumlah 60 ekor, malahan tahun 2003 lalu jumlahnya lebih banyak lagi yakni mencapai 84 ekor. "Telur-telur yang ada itu dihasilkan dari penyu dewasa. Kalau penyu dewasanya sudah tidak ada atau semakin sedikit, maka jumlah telurnya pun otomatis berkurang," katanya. Dikatakan, tahun 2006 dari 54 penyu hijau tersebut yang mendarat hanya 49 ekor yang bertelur. Jumlah telur yang ditetaskan adalah 3.318 ekor dengan rincian 1.523 telur yang menetas dan dari jumlah itu sebanyak 1.348 tukik (anak penyu) hidup serta 175 tukik mati. Sementara itu hingga April 2007 ini jumlah penyu yang mendarat baru mencapai 12 ekor. "Berkurangnya populasi penyu hijau dewasa itu antara lain dipengaruhi oleh perubahan alam di sekitar KKS dan penyebabnya sangat kompleks," ucapnya. Menurut Tata, sebenarnya kondisi pasir dan alam di sekitar KKS masih cukup bagus untuk dijadikan tempat penangkaran penyu hijau. Pihaknya mengaku khawatir dengan perubahan lingkungan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, pihaknya selalu melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya agar bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan yang ada. Menurut dia, adanya perusakan hutan yang dibarengi dengan kian padatnya area pemukiman di sekitar KKS, juga merupakan salah satu faktor yang membuat populasi penyu hijau terus mengalami penurunan. Disebutkan, suasana gaduh dan alam yang makin tak nyaman membuat penyu yang ada di KKS itu enggan untuk bertelur. Wilayah konservasi penyu itu idealnya berada di tempat yang jauh dari kebisingan dengan situasi yang tenang, penyu-penyu menjadi merasa aman untuk bertelur. Ia mengatakan, ancaman kepunahan penyu hijau yang paling besar datang dari gangguan lingkungan sekitarnya, seperti munculnya pencurian telur penyu, kerusakan terumbu karang, hancurnya sepadan pantai dan masih banyak lagi. Jadi faktornya sangat kompleks, ujarnya. Kawasan Konservasi Penyu Sindangkerta memiliki luas yang memanjang sejauh 3 kilometer dari mulai Cikuya Hirup hingga Pasir Sindangkerta. Tegal Sereh Posisinya berada dijalur penghubung Cipatujah-Pangandaran, sehingga banyak dilalui kendaraan dan suasananya pun menjadi ramai. Meski begitu, ada sedikit harapan bagi penambahan populasi penyu hijau itu. Karena sejak tahun 2002 lalu, di kawasan Tegal Sereh yang tak jauh dari KKS telah dibangun Area Suaka Margasatwa. Sekarang, penyu-penyu hijau dewasa lebih senang bertelur di Tegal Sereh, sehingga untuk ke depannya Tegal Sereh diharapkan akan mampu menjadi benteng kepunahan penyu hijau. Puncak masa bertelur penyu hijau, dimana telor penyu hijau akan berserakan yakni pada bulan September hingga Desember. Pada saat-saat seperti itu semua petugas KKS disibukan karena harus menjaga dan mengamankan telur-telur yang berserakan. Bahkan tak jarang para petugas itu harus menjaganya hingga larut malam. Penyu hijau bertelur setiap tiga tahun sekali dengan jumlah mencapai 180 telur. Proses bertelurnya sendiri, hanya memerlukan waktu sekitar 2,5 jam. Tapi kalau telur-telur itu dibiarkan menetas secara alami, kemungkinan hidupnya sangat kecil. Fluktuasi lingkungan sangat berpengaruh pada proses penetasan . Kawasan Konservasi Sindangkerta dinilai merupakan salah satu kawasan yang sebenarnya sangat cocok untuk proses penetasan telor penyu. Memang KKS bukanlah satu-satunya tempat konservasi penyu di Indonesia. Selain Sindangkerta, kawasan konservasi penyu lainnya ada di Sukabumi Selatan yakni Pantai Pangumbahan.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007