Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian sedang mengkaji daftar kawasan industri prioritas dari rencana 14 kawasan industri yang akan dikembangkan.
"Iya, kami sedang evaluasi. Kalau dari 14 itu, tiga yang sudah jalan yakni Kawasan Industri Morowali (fokus industri feronikel), Bitung (industri agro dan logistik) dan Sei Mangke (pengolahan CPO)," kata Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian, Imam Haryono, di Jakarta, Senin.
Sementara itu, Kawasan Industri Palu, yang fokus terhadap industri rotan dan agro, serta Kawasan Industri Mandor yang fokus terhadap pengolahan karet, akan menyusul untuk dikembangkan.
Imam menilai, beberapa kawasan industri yang diprioritaskan tersebut masih menghadapi kendala dalam pengembangannya.
Salah satunya adalah pengembangan Kawasan Industri Teluk Bintuni, yang fokus terhadap industri pupuk dan petrokimia, saat ini masih terkendala harga gas.
"Kalau dipaksakan kan kayak Bintuni, jadi tidak jalan. Kalau harga gas segitu ya tidak sampai. Kawasan industri lainnya, yakni Tanggamus juga sedang masa peralihan di dalam," ungkap Imam.
Melihat situasi saat ini, Imam menyampaikan bahwa terdapat tujuh kawasan industri di luar ke-14 kawasan industri di atas, yang potensi pengembangannya lebih cepat.
Ketujuh kawasan industri tersebut yakni Kawasan Industri Dumai (Riau), Tanjung Buton (Riau), Berau (Kalimantan Timur), Tanah Kuning (Kalimantan Utara), JIIPE (Jawa Timur), Kendal (Jawa Tengah) dan Wilmar (Serang).
"Ini sedang dibicarakan secara prosedural. Kami lihat secara de jure dan de facto. De jure kan 14 kawasan itu menjadi prioritas. Tapi dalam perkembangannya kan ada yang lebih cepat. Ini kan layak juga diprioritaskan," ungkap Imam.
Diketahui, penghematan anggaran mengharuskan pemerintah menyusun kebijakan pengembangan kawasan industri yang lebih fokus.
Dalam hal ini, Kemenperin berupaya melakukan pengkajian secara hati-hati agar tidak terjadi permasalahan hukum sambil terus mengkaji kawasan industri yang paling laik.
Pewarta: Sella Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016