Kupang (ANTARA News) - Penyakit antraks dilaporkan menyerang dua desa di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), sehingga mengakibatkan matinya puluhan ekor ternak sapi, kerbau dan kuda. Kepala Sub-Dinas (Kasubdin) Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), drh. Maria Geong, yang dikonfirmasi Senin, mengakui adanya serangan antraks di Kabupaten Sumba Barat dan saat ini sedang memimpin tim untuk menangani kasus ini di lapangan. "Saya berada saya sedang berada di Kodi, Sumba Barat, bersama dengan instansi terkait di Sumba Barat menangani kasus ini," kata Maria Geong. Dia mengatakan dua desa yang dilaporkan terserang antraks, yakni Desa Kapaka Madeta dan Desa Kawangohari di Kecamatan Kodi, sudah diisolasi dan masyarakat sudah diminta agar tidak mengeluarkan ternak dari kedua desa. Warga juga diminta untuk menguburkan setiap hewan yang mati karena antraks agar tidak dikonsumsi oleh manusia karena dapat membahayakan keselamatan jiwa yang mengkonsumsi daging sapi yang terinfeksi antraks. Langkah ini ditempuh untuk mengisolir meluasnya penyakit antraks ini ke desa-desa tetangga, katanya. Antraks adalah penyakit ifeksius dan menular pada hewan yang disebabkan oleh bakteri bacillus antrhaxis yang membentuk spora. Penyakit ini dapat ditularkan dari hewan penderita ke manusia sehingga digolongkan sebagai penyakit zoonosa atau zoonosis. Menurut dia, antraks bukan penyakit baru di Pulau Sumba sebagai salah satu daerah penghasil ternak. Pada tahun 1939 penyakit ini sudah pernah terjadi walaupun dampaknya terhadap kematian manusia saat itu belum terekam. Dia menjelaskan daging yang sudah terkena antraks sangat berbahaya karena itu tidak boleh dikonsumsi oleh manusia. "Kami langsung turun ke lapangan karena kami kuatir, masyarakat membagi-bagi daging yang sudah terkena antraks," katanya. Antraks di Kabupaten Sumba Barat itu baru diketahui setelah hasil uji sampel daging sapi, kerbau dan kuda ke laboratorium pada Direktorat Jendral Balai Besar Veteriner Maros, Sulsel beberapa pekan lalu. "Kami hanya membaca di media massa dan memutuskan untuk turun ke lapangan karena harus ada langkah awal untuk mengisolir daerah yang terkena virus agar tidak meluas," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007