Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) sebagai terapi kejut agar masyarakat lebih terbuka dan berani melaporkan jika ada praktik yang menyimpang itu.
"Yang kita lakukan ini shock therapy, tidak mungkin kita geledah seluruh pejabat di Indonesia. Jadi sebenarnya ini shock therapy untuk meminta masyarkat lebih terbuka dan lebih berani melaporkan, kalau ada," kata Wapres di Jakarta, Jumat.
Menurut Wapres, pungli cenderung terjadi pada pelayanan publik dan masyarakat pada dasarnya membeli waktu.
"Jadi, masyarakat itu pada dasarnya membeli waktu, daripada menunggu. Ada juga pungli itu karena masyarakat malas, kalau orang mengurus KTP atau surat-surat asal diserahkan pada makelar atau calo-calo bisa cepat karena masyarakat enggan mengurusnya sendiri," katanya.
Dia mengatakan, agar tidak ada pungli diharapkan disiplin masyarakat untuk tidak membayar dan memperpanjang masa berlaku izin seperti SIM atau izin tinggal.
"Misalnya SIM masa berlakunya lima tahun bisa diperpanjang, itu akan mengurangi pungli," ujarnya.
Dia menegaskan bahwa Saber Pungli dibentuk bukan untuk maksud menangkap pegawai atau siapapun yang terlibat pungli tapi sebagai "shock therapy agar masyarakat berani untuk terlibat memberantas dengan melaporkan, berani tidak membayar dan lainnya.
Pemerintah membentuk Saber Pungli yang akan beroperasi hingga ke daerah-daerah yang terkait dengan pelayanan publik.
Jaksa Agung M Prasetyo mengungkapkan dalam rakor Presiden menegaskan bahwa pungli menambah kesengsaraan rakyat dari masalah perizinan, pertanahan juga masalah peradilan.
"Bedakan antara pungli dengan suap. Kalau pungli sepihak saja, biasanya para petugas, penyelenggara pemerintahan, mereka yang punya kewenangan dan kekuasaan minta sesuatu yang barkaitan dengan kewenangannya sehingga yang memberikan terpaksa karena kalau tidak diberikan uangnya tidak mau melayani," katanya.
Menurut dia, dengan kondisi seperti itu pihak yang dipungli tidak perlu takut untuk melaporkan karena mereka menjadi korban.
Sementara kalau suap, kedua belah pihak saling bekerja sama, saling berkonspirasi, ada kesepakatan untuk tujuan tertentu.
"Intinya pungli harus diberantas karena sudah membudaya, menahun, akhirnya banyak dampak negatif yang ditimbulkan seperti ekonomi bbiaya tinggi, arus lalu lintas barang terganggu, bisa juga penyelesaian pekerjaan menjadi bertele-tele," katanya.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016