Jakarta (ANTARA News) - Lama tak muncul di depan publik, violis Idris Sardi (69) yang dijuluki "sang maestro" atau "biola maut", hadir di hadapan para wartawan menjelang pementasan Gelar Sajak Suryatati "Melayukah Aku", di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu malam, untuk membalikkan semua predikat itu. "Jangan sebut saya, maestro. Panggil saja Idris," kata peraih sejumlah Piala Citra sebagai penata musik terbaik antara lain untuk film 'Pengantin Remaja' (1971), 'Perkawinan' (1973), 'Cinta Pertama' (1974), dan 'Doea Tanda Mata' (1985). Sebaliknya, Idris yang lahir di Jakarta 7 Juni 1938 justru mengatakan, "Saya ini bodoh sekali, kebetulan saja punya nama baik dan dianggap hebat. Jangan sebut saya, maestro. Tolong tempatkan saya siapa sebenarnya." Ia menegaskan bahwa sebutan yang tinggi-tinggi dan baik-baik hanya milik Allah SWT dan manusia tidak pantas menyandang gelar itu. Atas pernyataan Idris tersebut, pembawa acara yang sebelumnya menyebut maestro ketika mempersilakan Idris berbicara, kemudian hanya menyebut "Pak Idris" ketika Idris selesai berbicara. Dalam pementasan gelar sajak karya Dra Hj Suryatati A Manan yang juga Walikota Tanjung Pinang, Idris menjadi ilustrator musiknya dengan memainkan biola klasik. Mengenai pementasan itu, Idris mengaku merasa senang mendapatkan kesempatan masih bisa tampil karena "hutangnya" pada negeri ini masih banyak. "Saya tidak mau banyak bicara. Dalam memainkan musik pada malam ini saya berpatokan pada rasa. Saya minta izin kepada Allah agar bisa memainkan biola sebaik-baiknya," kata Idris yang mengenal biola sejak umur enama tahun. Idris yang muncul pertama kali pada Konser Akademi Musik Indonesia di Gedung Negara, Yogyakarta, tahun 1949, memainkan musik adalah kegiatan yang sakral dan penuh perasaan. Pemilik kendaraan bernomor polisi "B 10 LA" (baca: biola) itu, meyakini bahwa memainkan musik berarti menyatakan rasa. Idris yang juga dikenal pernah membuat ilustrasi musik untuk 130 episode sinetron, sempat menderita sakit kanker usus pada 1998 dan masuk pesantren di kawasan Tangerang. Kemudian sepanjang 2000 aktif kembali dan menjadi duta kesenian pemerintah Indonesia, tetapi setelah itu, kabarnya jarang terdengar. (*)
Copyright © ANTARA 2007