Batam (ANTARA News) - Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau, akan merombak jajaran pejabat eselon III yang bertugas di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setelah Kepolisian Daerah Kepri menangkap tangan dua orang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diduga melakukan praktik pungutan liar.
Wali Kota Batam Muhammad Rudi di Batam, Rabu, menyatakan memanggil seluruh petugas di Disdukcapil, sebagai langkah komitmen pemerintah untuk menghapuskan pungutan liar.
"Yang lain saya panggil semua sore ini. Saya minta mundur sajalah, baik-baik, terhormat. Saya ganti Plt semua," kata Wali Kota Rudi.
Ia mengatakan sudah mengirimkan surat pengajuan pergantian pejabat Disdukcapil ke Kementerian Dalam Negeri. Penggantian tidak hanya untuk pejabat yang terkena kasus, melainkan semua pejabat di lingkungan Disdukcapil.
Menurut dia, pejabat Disdukcapil tak bisa langsung diganti meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, karena menyangkut aturan khusus dari Kementerian Dalam Negeri.
Surat keterangan penetapan pejabat di Dinas Kependudukan berasal dari pemerintah pusat, bukan Pemerintah Kota Batam sehingga perlakuannya juga khusus.
"Disduk ini khusus. SK mereka dari pusat. Ada aturan Mendagri. Penggantiannya pun harus mengajukan dulu ke pusat," ujar Wali Kota.
Pada Senin (17/10), Tim Operasi Pemberantasan Pungli Polda Kepri menangkap tangan dan mengamankan tiga orang dan uang tunai jutaan rupiah dari di Kantor Disdukcapil Kota Batam.
Plt Kabid Humas Polda Kepri AKBP S Erlangga mengatakan yang diamankan dalam OTT tersebut adalah Jm alias Boy selaku Kepala Bidang Catatan Sipil dengan barang bukti uang Rp2.484.000, 43 buah akta kelahiran, enam buah akta kematian.
Selanjutnya staf bidang catatan sipil Ir dengan barang bukti uang Rp700.000, photo copy surat-surat persyaratan pengurusan akta lahir.
Kasi Perpindahan Penduduk, Ns dengan barang bukti uang Rp2.100.000, surat Keterangan Pindah WNI, E-KTP masyarakat 14 buah, KTP SIAK tiga buah.
Modus yang digunakan dalam pengurusan penerbitan surat-surat terkait kependudukan seperti akta lahir, akta nikah, surat pindah dan KTP, tidak dilakukan secara prosedural.
Ketuga pelaku diancam pasal 368 KUHP dan Pasal 95 huruf B UU RI No.24 tahun 2013 tentang Perubahan atas UU RI No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dengan ancaman pidana penjara enam tahun dan atau denda paling banyak Rp75 juta.
Pewarta: Jannatun Naim
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016