Surabaya (ANTARA News) - Pengasuh Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur KH Abdullah Faqih memimpin kelompok kontra Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas).
Ulama senior itu ditunjuk menjadi penasehat forum silaturrahmi Mengawal NKRI dan Pancasila dari Ancaman Neo-Komunisme yang menggalang konsolidasi di Surabaya, Sabtu, yang dihadiri delegasi dari Sumatera, Jawa, dan NTB.
Tokoh yang hadir antara lain KH Ir Solahuddin Wahid (Gus Solah, pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang), Prof Dr Aminuddin Kasdi (Masyarakat Sejahrawan Indonesia/MSI Jatim), Prof Dr Edi Sri Swasono (ekonom), Taufik Ismail (budayawan), Mayjen TNI (Purn) Sutoyo NK (mantan Dirjen Sospol Depdagri), dan KH Abdussshomad Bukhori (Ketua MUI Jatim).
"PKI memang sudah hancur, tapi faham komunisme berusaha bangkit kembali dengan berbagai cara, karena itu perlu kewaspadaan," ujar ulama yang juga menjadi salah seorang deklarator Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) itu.
Ia menilai ihtiar eks PKI atau kader PKI untuk bangkit antara lain dengan cara politik, pendidikan, dan hukum. "Cara politik yang dilakukan antara lain dengan berupaya mencabut Tap MPRS XXV/1966, tapi gagal.
"Sekarang, mereka berusaha memanfaatkan situasi konflik yang dialami bangsa Indonesia akhir-akhir ini dengan melakukan gerakan politik baru. Itu bertentangan dengan Pancasila dan Islam, karena itu harus dilawan," tegasnya.
Secara terpisah, Gus Solah selaku pengasuh Pesantren Tebuireng ketika dikonfirmasi ANTARA di sela-sela acara itu menegaskan bahwa Papernas sebaiknya diajak untuk kembali ke faktor hukum, karena Indonesia merupakan negara hukum.
"Tapi, upaya hukum yang dilakukan jangan bersifat yuridis, melainkan diajukan saja ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat uji hukum atau judicial review," papar adik dari mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
Senada dengan itu, wakil ketua panitia silaturrahmi, Arukat Djaswadi, menyatakan pihaknya mendesak pemerintah untuk segera bertindak terhadap Papernas, karena Papernas sudah jelas melanggar Tap MPRS XXV/1966, UU 27/1999 tentang Keamanan Negara, dan banyak lagi.
"Karena itu, pemerintah sudah saatnya untuk bertindak tegas, karena mereka sudah jelas-jelas menjadi embrio komunis, sebab mereka menggunakan azas demokrasi-kerakyatan, padahal kalau mereka hidup di Indonesia harus menggunakan Pancasila dan UUD 1945," ucapnya.
Ketua CICS (Center for Indonesian Community Studies) itu menegaskan bahwa Papernas tak bisa dilayani secara yuridis, karena Papernas menggunakan logika ideologis, namun Papernas sudah jelas melanggar "aturan main" di Indonesia dan pemerintah harus tegas.
Hal senada dikemukakan ketua Masyarakat Sejahrawan Indonesia (MSI) Jatim, Prof Dr Aminuddin Kasdi. "Aroma PKI di dalam Papernas itu banyak, diantaranya revolusi 1945 dianggap belum tuntas, jargon Tripanji, fokus pada buruh, tani, dan kaum miskin kota," ucapnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007