Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan hal tersebut dalam diskusi ASEAN-Japan Centre di Tokyo, Jepang, untuk menanggapi banyaknya informasi di luar negeri tentang Indonesia yang tidak faktual mengenai kondisi perekonomian.
"Indonesia memiliki komitmen kuat terhadap reformasi struktural, tercermin dari 13 paket deregulasi kebijakan di bidang ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah," kata Mirza dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Mirza mengatakan, tim gugus tugas paket kebijakan ekonomi juga telah dibentuk. Pembentukan tim gugus tugas ini untuk memastikan konsistensi pelaksanaan paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan.
Hasil dari pelaksanaan paket ekonomi juga, kata Mirza, telah mendongkrak aliran investasi. Misalnya deregulasi kebijakan dengan layanan "One Stop Service" untuk perizinan investasi.
Kemudian, kebijakan pemberian bebas visa kepada 169 negara untuk meningkatkan arus wisatawan ke Indonesia.
"Hal itu sejalan untuk mengembangkan sektor unggulan baru yakni sektor pariwisata," ujar dia.
Dari sisi kebijakan moneter, kata Mirza, BI juga telah memperkuat transmisi kebijakan suku bunga acuan, dengan mengubah instrumen Bank Indonesia Rate/BI Rate menjadi "BI 7-Day Repo Rate" atau suku bunga transaksi surat berharga berketetapan dengan tenor tujuh hari.
"Pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial juga telah dilakukan. Ke depan, masih terdapat peluang untuk melakukan pelonggaran kebijakan, tentunya dengan selalu melihat dinamika perekonomian yang terjadi," ujarnya.
BI mengatakan koordinasi pihaknya dan pemerintah juga telah semakin kuat untuk memperbaiki fundamental ekonomi. BI memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan sebesar 2 persen-2,5 persen di 2016 dan 2,5 persen-3 persen di 2017, serta pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,9 persen-5,3 persen pada 2016, dan 5,1 persen-5,5 persen pada 2017.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016