Kairo (ANTARA News) - Polisi Mesir pada Kamis malam dan Jumat pagi menahan 10 anggota lawan politik dari Persaudaraan Muslim sebagai bagian dari penumpasan lebih luas dengan penangkapan puluhan orang sejak ahir tahun lalu, kata kelompok itu. Sembilan dari mereka ditahan di propinsi Beheira, delta Nil di baratlaut Kairo, dan satu di ibukota negara tersebut, kata laman lokamaya kelompok Islam tersebut, www.ikhwanonline.com Dikatakannya, saat matahari terbenam di Damanhour, ibukota propinsi Beheira, pada Kamis sejumlah besar polisi menggerebek rumah usahawan Khaled Kamhawi, yang sedang makan malam dengan anggota lain kelompok tersebut. Polisi menahan Kamhawi dan tamunya serta menggeledah rumah yang lain, katanya. Yang ditangkap di Kairo ialah Abdel Moneim Mahmoud, pegiat muda terkemuka, yang menggalang gerakan media bagi pembebasan sejumlah anggota kelompok tersebut. Persaudaraan Muslim merupakan kelompok terbesar lawan politik di Mesir, dengan sekitar seperlima kursi di parlemen, tapi pemerintah menyatakannya sebagai perhimpunan gelap. Polisi secara berkala menahan anggota terkemukanya untuk diperiksa dan wakil pemimpin kelompok itu, Mohamed Habib, mengatakan kepada kantor berita Inggris Reuters bahwa termasuk 10 terahir, sekitar 220 anggota kelompoknya kini berada di tahanan. Habib menyatakan penahanan terahir kemungkinan berkaitan dengan pemilihan anggota majelis tinggi parlemen bulan mendatang, yang kemungkinan diikuti pula oleh kelompoknya. Sekitar 40 dari 220 orang itu, termasuk orang ketiga Khairat Shatir, dirujuk ke mahkamah tentara untuk diadili dengan tuduhan mencakup pencucian uang dan terorisme. Persaudaraan Muslim membantah tuduhan tersebut. Kementerian Dalam Negeri menyatakan tidak memunyai keterangan tentang penahanan terkini tersebut. Pasukan keamanan Mesir tengah Maret menangkap sembilan anggota Persaudaraan Muslim sesudah penangkapan Mahmoud Ghozlan, pemimpin dan anggota pelaksana dewan pembimbing kelompok itu. Mahkamah tentara pada 2001 menjatuhkan hukuman lima tahun atas Ghozlan, pengajar universitas, tapi ia dibebaskan pada 2005. Persaudaraan Muslim sudah meninggalkan kekerasan. Kelompok itu bergerak terbuka, meskipun secara resmi dilarang, dan anggotanya, yang ikut sebagai calon mendiri, menang hampir seperlima dari 454 kursi di majelis rendah parlemen pada 2005. Pengulas menyatakan pemerintah takut bahwa tanpa menghentikan kelompok itu saat ini, kumpulan itu akan memperoleh lebih pada pemilihan umum, yang dapat membuatnya meningkatkan tantangan keras bagi partai berkuasa Presiden Hosni Mubarak, Demokrasi Nasional. Amandemen undang-undang dasar, yang harus disetujui parlemen sebelum referendum bulan April, akan melemahkan peran hakim dalam mengamati pemilihan umum. Pasal kontra-terorisme akan memberi polisi kekuasaan penangkapan, penggeledahan dan kekuasaan luas untuk memantau pembicaraan pribadi. Persaudaraan Muslim akan terpukul keras oleh aturan itu, yang juga akan melarang kegiatan politik berdasarkan atas "rujukan atas dasar agama apa pun" dan akan membatalkan harapan kelompok itu memperoleh kedudukan hukum sebagai partai politik diakui. Kelompok lawan dan masyarakat warga menyatakan syarat bahwa hakim mengawasi pemilihan umum adalah salah satu cara terbaik menghalangi penyalahgunaan meluas, yang mengotori pemungutan suara di Mesir. Persaudaraan Muslim menyatakan ingin membentuk partai demokratis, yang tak menolak warga bukan Muslim dari jabatan, demikian Reuters. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007