Halmahera Barat, Maluku Utara (ANTARA News) - Penari berkelas internasional Eko Supriyanto mendedikasikan hidupnya untuk mendidik anak-anak di Jailolo, Halmahera Barat, Maluku Utara, guna membantu menemukan impian mereka.

Eko yang sempat menjadi penari latar dari penyanyi Madonna, akhirnya memutuskan pulang ke Indonesia.

Menurut Eko, ia ke Jailolo pada 2012. Setelah ia melihat kemampuan dari salah seorang penari asal Jailolo, Eko pun memutuskan untuk mengajar tari di Jailolo.

Pada 2014 hingga 2015, ia mendapat bantuan dana dari Pemda Halmahera Barat sehingga upayanya untuk memperkenalkan tari kontemporer Jailolo bernama Bala-bala berhasil dipentaskan di 14 festival tari di Eropa, Australia dan Jepang.

"Para penarinya merupakan anak-anak dari Halmahera Barat. Mereka ini anak-anak korban kekerasan, korban konflik rumah tangga orang tuanya," katanya.

Ia selalu berupaya menguatkan hati anak-anak Halmahera Barat untuk percaya bahwa setiap orang mampu mewujudkan impian mereka.

Bahkan, grup tarinya tidak hanya terkenal di Jailolo ataupun Halmahera Barat, tapi juga dikenal di luar negeri. "Mimpi itu tidak hanya di Jailolo, tidak hanya di Halmahera Barat, di Indonesia, tapi kami bisa ke luar negeri," katanya.

Hal ini terbukti dengan padatnya jadwal para penari asuhan Eko pada Januari hingga September 2017 karena rangkaian tur tari di Korea, Jepang dan Australia.

Pemberdaya Janda Jailolo

Berbeda dengan Eko, seorang warga desa Guaemaadu, Jailolo, bernama Fauziah Madjid memiliki cara tersendiri dalam memberdayakan wanita.

Ia membuka usaha katering sejak 2009. Awalnya ia merekrut beberapa wanita yang berstatus janda di daerahnya dalam membangun usaha kateringnya.

Meski sempat jatuh bangun membangun usaha kateringnya, perempuan yang karib disapa Bu Fau itu tidak menyerah.

"Hati saya berpikir kalau posisi saya seperti mereka (para janda), akan seperti apa. Saya ingin berdayakan mereka. Kalau saya biarkan, nanti mareka bisa terjerumus ke hal negatif (demi mendapat uang). Ini bukan soal uang, saya ingin mereka mandiri di keluarga mereka," katanya.

Usaha kateringnya mengalami kemajuan setelah digelarnya festival tahunan, Festival Teluk Jailolo (FTJ). Kateringnya menjadi langganan ketika festival tersebut diadakan. Akhirnya saat ini, Bu Fau bisa memberdayakan 15 orang janda di kateringnya.

"Dengan berjalan FTJ tiap tahun, ibu-ibu janda yang bekerja pada saya, mereka bisa nyekolahkan anaknya sampai kuliah," katanya.

Aktivis Antikekerasan

Sementara Nona Taliawo adalah seorang aktivis antikekerasan terhadap perempuan dan anak.

Meski bukan perempuan kelahiran Halmahera, ia mengabdikan dirinya untuk mengajar para perempuan dan anak di Halmahera Barat.

Bahkan, kecintaannya terhadap anak-anak, membuatnya berupaya mencari potensi besar yang ada pada anak-anak Halmahera Barat.

Awalnya Nona membuat les gratis kepada anak di desa-desa di Halmahera Barat. Dalam perjalanannya, ia melihat banyak potensi anak-anak di bidang lain sehingga menggugahnya untuk membuka sekolah sepak bola dan kursus membatik.

"Kita harus memulai dengan kesederhanaan. Mari bersama kita lindungi mereka (anak-anak), mereka punya potensi yang tidak kalah dengan anak-anak dari daerah lain," katanya.

Kini Nona membentuk Forum Anak dan Perempuan di Halmahera Barat. Ia memberdayakan perempuan untuk menjadi aktivis antikekerasan terhadap perempuan dan anak.

Saat ini telah terhimpun 20 orang aktivis antikekerasan yang berasal dari dua desa di Jailolo yakni Desa Guaemaadu dan Desa Gantala. Dua desa tersebut merupakan desa ramah anak yang dijadikan sebagai desa percontohan tingkat nasional.

Ketiga inspirator ini tampil dalam seminar Jelajah Three Ends di Jailolo, Halmahera Barat, Maluku Utara.

Program Three Ends di Jailolo diharapkan mampu mencegah dan mengakhiri terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah ini. "Ini (Jailolo) akan jadi role model untuk daerah-daerah di seluruh Indonesia," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.

Jelajah Three Ends ini dimulai di Jailolo, Halmahera Barat dan merupakan kota pertama dari rangkaian tiga kota yang telah dipilih untuk menjadi kabupaten/ kota percontohan dalam mengedukasi masyarakat mengenai perlindungan dan pemenuhan hak perempuan dan anak.

Tema dalam program yang diprakarsai Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini adalah mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengakhiri perdagangan orang dan mengakhiri ketidakadilan akses ekonomi terhadap perempuan.

Sementara sosialisasi program Three Ends berikutnya akan dilaksanakan di Kota Belitung pada 11-12 November dan Kota Bandung pada 18-19 November 2016.

Oleh Anita Permata Dewi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016