"Santri itu punya keunggulan substansi dalam bidang ilmu agama. Ini tentu akan makin efektif membantu pemerintah dalam memerangi propaganda radikalisme terorisme di dunia siber," kata Adnan di Jakarta, Jumat.
Dikatakannya, santri dalam mempelajari agama di pesantren minimal selama 10-13 tahun sehingga memiliki ilmu agama yang luas. Di pesantren, santri juga diajarkan ilmu fikih tentang kenegaraan, sosial, dan lain-lain.
Dengan modal itu, lanjut Adnan, bila dilibatkan dalam proses deradikalisasi, santri akan lebih kuat dalam memberikan argumen dan pemahamannya dibandingkan dengan orang biasa.
"Peran ini yang harus dimainkan di media sosial atau dunia maya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, utamanya dalam memerangi perang siber melawan kelompok radikal terorisme," katanya.
Ia mengatakan propaganda yang dimainkan kelompok radikal terorisme melalui dunia maya sangat gencar, sementara peran santri untuk melawan itu melalui dunia maya masih kurang.
"Untuk itu, pemerintah harus memfasilitasi kekuatan yang dimiliki santri," kata mantan Wakil Sekjen PBNU itu.
Menurut dia, BNPT dan Kemenkominfo perlu menggandeng pesantren seperti mengadakan pelatihan teknologi informasi untuk menyusun pasukan siber pesantren itu.
Guru Besar Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Prof Dr Bambang Pranowo MA mendukung keterlibatan santri yang lebih besar dalam pencegahan radikalisme terorisme melalui dunia siber. Namun, ia menyarankan agar hal itu dilakukan secara selektif.
"Harus ada yang mengontrol, dalam hal ini pesantren. Karena dunia siber itu sangat luas, kalau tidak dikontrol dikhawatirkan akan melenceng dari tujuan. Intinya pesantren harus proaktif, jangan sampai tidak terseleksi karena bisa menjadi bumerang," katanya.
Pesantren juga harus terbuka menyikapi santri siber ini, terutama untuk meluruskan hal-hal tidak benar yang diunggah kelompok radikal.
"Salah satu cara untuk menciptakan santri siber adalah dengan memasukkan kurikulum dalam pendidikan pesantren. Itu akan lebih efektif dibandingkan hanya sebagai ekstrakurikuler," katanya.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016