Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI Rofi Munawar mengatakan perhitungan kenaikan tarif listrik yang dilakukan oleh PT PLN mesti benar-benar transparan bagi seluruh kalangan masyarakat.
"Perhitungan tarif listrik berdasarkan tariff adjusment (penyesuaian tarif) harus dilakukan dengan transparan dan perlu sosialisasi yang instensif kepada masyarakat," kata Rofi Munawar dalam rilis di Jakarta, Kamis.
Menurut Rofi, transparansi itu penting karena mekanisme pengenaan tarif berbasis formula ini dilakukan secara dinamis dan fluktuatif dengan mempertimbangkan beragam faktor antara lain inflasi, nilai tukar rupiah dan harga minyak mentah Indonesia.
Politisi PKS itu meminta PLN harus mampu secara serius menjaga keseimbangan dan memantau faktor-faktor tersebut dalam penerapan kenaikan tarif listrik.
Dia mengusulkan PLN memikirkan adanya ambang batas toleransi terhadap kenaikan dan penurunan yang sangat ekstrem dari tiga indikator utama tersebut.
"Sehingga, saat kenaikan tidak memberatkan konsumen maupun menekan biaya operasional PLN. Karena sejatinya, dengan adanya penyesuaian tarif, berarti menyerahkan mekanisme perhitungan tarif kepada harga pasar yang bisa sangat fluktuatif dan tidak berimbang dengan kondisi faktual konsumen," jelasnya.
Ia juga menginginkan agar dengan kenaikan tarif listrik tersebut, PLN juga harus mampu meningkatkan pelayanan dan akuntabilitas operasionalnya kepada publik karena kebijakan ini akan berdampak secara langsung dan mempengaruhi struktur ekonomi banyak pelanggan rumah tangga.
Sebelumnya, PT PLN (Persero) menaikkan tarif listrik untuk 12 golongan pelanggan nonsubsidi pada Oktober 2016 dikarenakan pelemahan rupiah terhadap dolar AS dan peningkatan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP).
"Sementara, indikator lain yakni penurunan inflasi menahan kenaikan tarif," kata Manajer Senior Humas PLN Agung Murdifi di Jakarta, Jumat (7/10).
Menurut dia, kurs Agustus 2016 menguat Rp46,18 dari Juli 2016 Rp13.118,82 menjadi Rp13.165 per dolar dan ICP Agustus 2016 naik 0,41 dolar dari Juli 2016 40,7 dolar menjadi 41,11 dolar per barel.
Sedangkan, inflasi Agustus 2016 menurun 0,71 persen dari Juli 2016 0,69 persen menjadi deflasi 0,02 persen.
Akibat perubahan ketiga indikator tersebut, lanjutnya, tarif listrik Oktober 2016 untuk pelanggan tegangan rendah menjadi Rp1.459,74 per kWh, tegangan menengah menjadi Rp1.111,34 per kWh, tegangan tinggi menjadi Rp994,8 per kWh, dan layanan khusus menjadi Rp1.630,49 per kWh.
Agung menambahkan, kenaikan tarif listrik hanya berlaku pada 12 golongan nonsubsidi, sementara 25 golongan lainnya tidak berubah.
"Pelanggan rumah tangga kecil daya 450 VA dan 900 VA, bisnis dan industri kecil serta pelanggan sosial termasuk dalam 25 golongan yang tidak naik tarifnya tersebut. Pelanggan golongan ini masih diberikan subsidi pemerintah," ujarnya.
Ia melanjutkan, perubahan tarif juga hanya berlaku bagi konsumen mampu dengan jumlah 12,5 juta atau 20 persen dari 62,6 juta pelanggan PLN.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016