Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan mengatakan kehadiran Presiden Joko Widodo di Kementerian Perhubungan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) adalah bagian darimenegakkan komitmennya dalam mereformasi hukum.
"Kehadiran Presiden Jokowi itu kerja dan bekerja, bukannya pencitraan," kata Trimedya dalam diskusi dialektika "OTT Pejabat Kementerian Perhubungan" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
OTT oleh polisi terhadap pejabat Kementerian Perhubungan berhasil menangkap para pelaku pungli sebesar Rp95 juta dan pada rekening pejabat itu ada dana lebih dari Rp1 miliar.
Menurut Trimedya, pemerintah menerbitkan paket reformasi hukum untuk menguatkan penegakan hukum termasuk mencegah dan mengatasi praktik korupsi.
Dia mengatakan Presiden Joko Widodo hadir di Kementerian Perhubungan mungkin setelah mendapat informasi dari polisi.
"Dalam OTT, tidak melihat jumlahnya, ada barang buktinya. Dari barang bukti OTT itu bagaimana dapat membingkai mata rantai jaringan korupsi yang merugikan negara," kata Trimedya.
"Terkait reformasi hukum, menjadi tugas Kapolri untuk membenahi adanya dugaan praktik pungli seperti pada pengurusan SIM dan STNK di Satlantas Polri," kata dia.
Trimedya mengingatkan Kapolri, Jaksa Agung dan para menteri agar menegakkan komitmen reformasi hukum yang diterapkan pemerintah Jokowi.
"Semangat Presdien harus diikuti dengan semangat Kapolri, Jaksa Agung, para Menteri, beserta jajarannya dari pusat sampai daerah," kata Trimedya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan, OTT di Kementerian Perhubungan dan kehadiran Presiden Joko Widodo adalah menunjukkan konsistensinya.
Menurut dia, jika polisi bisa OTT di Kementerian Perhubungan, maka hendaknya polisi juga bisa OTT di kementerian dan lembaga lain, termasuk Polri sendiri dan Kejaksaan.
Arsul mengusulkan peran Ombudsman ditingkatkan dalam mengawasi penyelenggara negara dengan memberi wewenang menjatuhkan sanksi.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016