Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina (Persero) mengurangi kandungan bahan baku nabati dalam biofuel sebagai upaya menekan kerugian lebih besar dalam penjualan bahan bakar tersebut. Kepala Divisi BBM Pertamina Djaelani Sutomo di Jakarta, Jumat, mengatakan pihaknya menurunkan kadar nabati pada produk biosolar dan biopremium dari lima persen menjadi 2,5 persen. "Kami kurangi (kandungan nabati dalam biofuel) agar kerugiannya tidak bertambah besar," katanya. Sebelumnya, Pertamina telah memutuskan tidak melakukan ekspansi produk biosolar dan biopremium menyusul belum adanya kejelasan pembayaran subsidi dari pemerintah. Pertamina mengalami kerugian dalam bisnis biofuel mengingat harga bahan baku FAME untuk biosolar dan etanol untuk biopremium lebih tinggi dari pada harga jual kedua produk bahan bakar itu. Pemerintah telah menetapkan harga biosolar dan biopremium sama dengan solar dan premium bersubsidi yakni biosolar Rp4.300 dan biopremium Rp4.500 per liter. Sebagai gantinya, lanjut Djaelani, pihaknya akan memperbanyak produk biopertamax yang merupakan jenis biofuel non subsidi. Menurut dia, pada April ini, Pertamina akan menambah biopertamax di 23 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang terdiri dari 15 di Jakarta, lima di Surabaya, dan tiga di Malang. Sejauh ini, biopertamax hanya dijual di SPBU di daerah Senayan, Jakarta. Ia mengatakan, pihaknya akan tetap mendapat pasokan etanol sebagai bahan baku nabati biopertamax dari PT Molindo Raya di Lawang, Jawa Timur yang berkapasitas 40 ribu kiloliter per hari. Mengenai posisi Pertamina sebagai pembeli siaga, menurut Djaelani, pihaknya selalu siap membeli bahan baku nabati untuk produk biofuel yang ada. "Namun, kalau rugi bagaimana," ujarnya. Selain itu, lanjutnya, Pertamina juga belum mendapat surat penugasan resmi Menteri ESDM sebagai pembeli siaga bahan baku biofuel tersebut.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007