World Culture Forum (WCF) 2016 yang digelar selama tiga hari di Bali dibuka dengan berbagai filosofi. Sebagian dari 900 peserta dari 47 negara langsung diajak melihat Subak, dengan berkunjung langsung ke Desa Jatiluwih di Kabupaten Tabanan.
Sistem pengairan pertanian yang diakui Organisasi PBB bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) sebagai Warisan Budaya Dunia ini masuk kategori warisan budaya benda yang meliputi Pura Subak, sawah dan sistem irigasinya.
Sedangkan sebagai warisan budaya tak benda, Subak memberikan filosofi berupa nilai-nilai sosial dan semangat gotong royong.
Menjelang sore hari, peserta WCF diajak menggali filosofi budaya Indonesia lainnya, dengan mengunjungi Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma di Ubud, Kabupaten Gianyar.
Berdiri di lahan seluas sekitar 14.000 meter persegi (m2), 10 bangunan Joglo menjadi tempat "berkumpulnya" sekitar 7000 koleksi wayang dan topeng dari berbagai penjuru Indonesia dan sejumlah negara.
Isi dari bangunan-bangunan berarsitektur Jawa tersebut merupakan galeri yang berisi khusus barong dari Indonesia, Cina, dan negara lainnya. Ada khusus galeri topeng dan wayang dari Bali, khusus dari Jawa, galeri untuk koleksi nasional, dan ada juga galeri khusus untuk koleksi mancanegara.
Pimpinan Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma Julian Qemal Pasya saat ditemui di sela-sela pelaksanaan WCF di Gianyar mengatakan ada sekitar 5500 koleksi pribadi wayang, mulai dari wayang golek, wayang kulit, hingga wayang suket yang sebagian besar dari Indonesia dan beberapa berasal dari Myanmar, Rusia, Amerika Serikat, Cina, Eropa.
"Karena tempat kita kurang, di sini (di 10 Joglo) baru 50 sampai 60 persen koleksi topeng dan wayang yang ditampilkan. Sebagian lagi masih disimpan di gudang," ujar dia.
Sejak 1995, si empunya koleksi yang merupakan pemilik dari pabrik kawat las PT Nikko Steel Hadi Sunyoto mulai melakukan "perburuan" benda-benda bernilai seni dan budaya tinggi ini. Dalam kurun waktu tersebut pencarian dilakukan dengan menyisir setiap pelosok negeri, dari desa ke desa, hutan, hingga pekuburan.
Koleksi tertua di Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma bahkan ada yang berusia 500 tahun. "Koleksi tertua berupa topeng tembaga yang berasal dari makam di Sulawesi. Ada juga topeng kayu dari Kalimantan Tengah yang sudah rusak namun memiliki nilai magis tinggi".
Filosofi budaya bangsa
Setiap topeng memiliki filosofi, setiap wayang juga memiliki filosofi sendiri, ujar Julian. Sehingga ribuan filosofi ada di Rumah Topeng dan Wayang ini.
Salah satu filosofi yang dimiliki dan mewakili kebudayaan paling tinggi yang dimiliki Indonesia adalah menghormati orang tua. Dalam agama apapun dan di manapun, ia mengatakan mengajarkan kebudayaan paling luhur yakni menjunjung tinggi orang tua.
Bangsa Indonesia, lanjutnya, bahkan memiliki tutur bahasa yang begitu beragam. Contoh tersebut salah satunya juga ada di Bali, di mana tutur bahasa raja dan bahasa orang biasa berbeda.
Sementara di Jawa, ia mengatakan ada perbedaan bahasa untuk berbicara dengan orang yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan bagi orang tua. "Ini yang tidak kita lihat di negara lain. Jadi seperti di Amerika atau di Eropa, mereka menganggap orang tua sebagai teman sehingga cara berbicara pun layaknya seperti teman".
Dari budaya menghormati orang tua, menurut dia, akan banyak pengembangan budaya lainnya lagi. Contohnya tata cara menikahkan anak, dalam pergaulan bagaimana orang lebih muda menghormati orang yang lebih tua atau menghormati pimpinannya.
"Itu budaya tinggi sekali tidak ada di negara lain. Dan dunia tidak pahami filosofi ini, filosofi tentang strata," lanjut Julian.
Dari saling menghormati tadi, ia mengatakan efeknya juga panjang dan berujung pula pada hidup rukun dalam perbedaan budaya.
Barong Landung
Julian mengajak melihat contoh topeng yang memberikan filosofi budaya dari Bali yang ada di salah satu galeri. Baron Landung, menurut Julian, ada hampir di setiap pura di Bali.
Baron Landung bercerita tentang Raja Jaya Pangus asli Bali dengan istrinya bernama Kang Cing Wei dari Cina. Raja Jaya Pangus diwujudkan dalam Barong Landung ditokohkan dengan boneka besar hitam dan giginya ronggoh, sedangkan putri Kang Cing Wei ditokohkan dengan boneka cantik tinggi langsing bermata sipit dan selalu tersenyum mirip dengan roman muka seorang Cina.
Ini, menurut Julian, memiliki pesan bahwa etnis juga tidak menjadi penghalang untuk bersatu. "Di Balingkang, Kintamani, ada Pura berhadapan dengan Klenteng. Dari sini terlihat bahwa budaya kita sesungguhnya tidak bersekat".
Cerita Ramayana dan Mahabarata yang memiliki filosofi umum bagi banyak budaya di tanah Jawa hingga Bali masih dipentaskan secara rutin, lanjutnya.
Banyak orang asing datang ke Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma ini. Dan, menurut Julian, mereka akhirnya bisa memahami filosofi dari topeng dan wayang yang ada di galeri dengan membandingkan langsung dengan keseharian masyarakat Indonesia
"Ada yang heran mengapa banyak agama di Indonesia tetapi tidak pernah ada perang. Padahal di negara mereka ada yang hanya punya satu agama tetapi geger terus," katanya.
Mereka melihat ada akar budaya yang begitu melekat di setiap manusia Indonesia, karena secara psikologis orang tua telah mendidik anak-anaknya untuk menghargai, berbuat baik, dan bertingkah laku baik.
Sayangnya, ia mengatakan banyak filosofi yang berguna bagi generasi mendatang tetapi kurang ditanggapi, justru orang asing yang belajar ke Indonesia. "Yang datang ke sini banyak dari Eropa, Cina, Jepang dan negara lainnya.
Galeri yang buka dari pukul 08.00-16.00 ini tidak memungut biaya untuk masuk. Galeri yang memiliki tempat pementasan luar ruang ini sering menjadi tempat pementasan seni.
Pementasan seni sebagai rangkaian kegiatan WCF 2016 juga digelar di sana dari petang hingga malam, dengan latar belakang alam. Pertunjukan musik salah satunya diisi oleh Balawan yang merupakan musisi asli Bali, sedangkan pentas tari diisi perwakilan dari Papua dan Bali.
Oleh Virna Puspa Setyorini
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016