Jakarta (ANTARA News) - Hakim Tunggal I Wayan Karya menilai penetapan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sudah sesuai peraturan yang berlaku karena alat bukti yang diajukan KPK sudah memenuhi syarat.
"Penetapan tersangka sudah sesuai peraturan yang berlaku dan dua alat bukti permulaan yang dimiliki KPK untuk meningkatkan status Nur Alam sudah terpenuhi," kata I Wayan Karya membacakan putusan akhir praperadilan Nur Alam di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
Soal penetapan tersangka, namun pemohon belum pernah diperiksa, I Wayan menyatakan KPK tetap tidak menyalahi prosedur.
"Meskipun pemohon menjawab panggilan termohon dengan surat tetapi pemohon tidak ada waktu untuk bisa hadir," kata I Wayan Karya.
Mengenai belum adanya jumlah kerugian negara yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam perkara ini, hakim menyatakan itu bukan wewenang pengadilan praperadilan.
"Hal tersebut adalah kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk mengujinya," kata dia.
I Wayan Karya telah menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
"Dalam pokok perkara menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata I Wayan Karya membacakan putusan akhir praperadilan itu.
I Wayan Karya juga menolak seluruh eksepsi pemohon dan memerintahkan pemohon membayar biaya perkara sebesar nihil.
"Membayar biaya perkara sebesar nihil. Demikian putusan kami," ucap I Wayan Karya.
Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016 karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
Penyalahgunaan wewenang itu dilakukan dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah. PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Nur Alam diduga melanggar sebuah pasal antikorupsi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016