Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua MPR Amien Rais dan mantan Ketua DPR Akbar Tandjung menyatakan sepakat jika Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang berlokasi di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat tersebut dibubarkan. "IPDN ditutup saja dan tidak perlu dibuka lagi. Camat dan pegawai lainnya bisa ambil dari universitas seperti UGM, UI, Unair, itu lebih dari cukup," kata mantan Ketua MPR Amien Rais seusai diskusi dan peluncuran buku di Jakarta, Jumat. Amien mengatakan, kasus kekerasan yang menimpa IPDN seolah telah menjadi budaya, sehingga jika tidak ditutup, dikhawatirkan justru akan menghasilkan para calon camat dan bupati yang mendasari penyelesaian persoalan dengan kekerasan. Dalam kesempatan sama, mantan Ketua DPR Akbar Tandjung mengatakan, seharusnya sistem pendidikan di IPDN disesuaikan dengan sistem pendidikan nasional yang ada saat ini. "Sistem pendidikan kita kan tidak ada pendidikan kedinasan, kalau ada kedinasan adalah akademi militer dan kepolisian," kata Akbar. Berdasarkan UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang diperbolehkan hanya sekolah kedinasan bagi kepolisian dan ketentaraan. Akbar menjelaskan, paradigma pendidikan di IPDN seolah dicetak sebagai penguasa, tidak sebagai pelayan masyarakat. "Mereka memposisikan menjadi calon camat, calon bupati, calon sekda, tidak sebagai pelayan masyarakat," ujar mantan Ketua Umum Partai Golkar ini. Oleh karena itu, saat ditanya apa perlu IPDN dibubarkan, Akbar menyatakan sepakat. "Saya kira seperti itu (dibubarkan,red)," kata Akbar. Sorotan terhadap IPDN akhir-akhir ini muncul terutama setelah tewasnya siswa atau praja Cliff Muntu yang diduga meninggal akibat kekerasan yang dilakukan oleh beberapa seniornya belum lama ini. Presiden pun, turun tangan dengan menunjuk mantan Menpan Profesor Ryaas Rasyid yang juga merupakan mantan Rektor Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) untuk menjadi ketua tim evaluasi atas kasus IPDN.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007