Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia memasukkan 49 calon hakim adhoc tindak pidana korupsi dalam kategori merah atau sama sekali tidak direkomendasikan.
"Dari sekitar 60 calon yang kami telusuri, 49 calon kami masukan ke dalam kategori merah," kata peneliti ICW Aradila Caesar di Mahkamah Agung, Selasa, saat menyampaikan hasil penelusuran rekam jejak hakim tindak pidana korupsi kepada hakim agung Artidjo Alkostar selaku Ketua Panitia Seleksi Calon Hakim Ad-Hoc Tipikor tahun 2016.
"Kita melakukan kategorisasi terhadap 60 calon ini tiga kategori, merah artinya tidak perlu dilanjutkan atau tidak direkomendasikan sama sekali, kemudian kuning dapat dipertimbangkan, kemudian hijau yang kita rekomendasikan," ucap Aradila.
Aradila menjelaskan pengkategorisasian dilakukan berdasarkan integritas, kompetensi, dan independensi para calon hakim adhoc tindak pidana korupsi.
"Apakah calon anggota partai politik, pernah caleg, dan sebagainya itu tentu jadi pertimbangan," kata serta menambahkan dalam pertemuan dengan Artidjo sudah ada kesepakatan bahwa calon hakim yang juga calon anggota legislatif atau pernah menjadi anggota partai politik akan dicoret.
Dia menjelaskan pula bahwa ada beberapa calon yang dianggap bermasalah. "Menurut kami integritasnya sangat diragukan," katanya..
Aradila menjelaskan ICW dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MAPPI FHUI) hanya dapat menelusuri 60 dari 85 orang calon hakim ad-hoc tindak pidana korupsi karena 25 calon lainnya berasal dari daerah dan tidak terlalu terkenal namanya.
"Kami kesulitan untuk menelusuri rekam jejaknya, kami tidak bisa tracking, jadi kami meminta Pansel untuk mendalami sendiri," katanya.
Dalam proses penelusuran rekam jejak calon hakim ad-hoc tindak pidana korupsi, Mahkamah Agung meminta bantuan beberapa lembaga swadaya masyarakat termasuk ICW dan MAPPI FHUI.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016