Lombok yang dikenal sebagai pulau seribu masjid dipilih menjadi lokasi kunjungan karena di sini peranan tokoh agama dan pesantren juga sangat membantu keberhasilan program kesehatan keluarga, keluarga berencana."
Mataram (ANTARA News) - Sebanyak 16 orang tokoh muda muslim dari Filipina, belajar dan tukar pengalaman tentang program keluarga berencana (KB) di Provinsi Nusa Tenggara Barat dari 10-15 Oktober 2016.
"Para peserta merupakan tokoh muda muslim Filipina yang berasal dari berbagai latar belakang. Ada dari NGO, pemerintahan, dan komunitas. Mereka akan belajar dari Indonesia dan juga bertukar pengalaman terkait isu peran tokoh Islam dalam program keluarga berencana, kesehatan reproduksi dan isu gender lainnya termasuk pernikahan usia dini di Lombok, NTB," kata Kepala Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri (KTLN) Sekretariat Negara RI, Rika Kiswardani di Mataram, Senin.
Menurut dia, program ini berbeda dengan yang lain, karena program ini merupakan kerjasama pertama yang berasal dari permintaan negara mitra yang disepakati melalui MoU antara Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Kependudukan Filipina awal tahun lalu.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia dinilai bisa mengatasi isu-isu kemiskinan, kesejahteraan keluarga, hak anak dan gender, serta menekan pernikahan dini dengan keterlibatan tokoh agama.
"Lombok yang dikenal sebagai pulau seribu masjid dipilih menjadi lokasi kunjungan karena di sini peranan tokoh agama dan pesantren juga sangat membantu keberhasilan program kesehatan keluarga, keluarga berencana," jelasnya.
Perwakilan UNFPA untuk Indonesia, Martha Santoso, Ismail mengatakan isu kemiskinan, pendidikan rendah, pernikahan dini, kesehatan reproduksi yang dialami anak dan wanita merupakan isu yang masih terjadi di hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia dan Filipina.
Pengentasan isu tersebut, kata Martha, tidak bisa dibebankan seluruhnya pada pemerintah tetapi harus melibatkan partisipasi aktif banyak pihak termasuk tokoh muda agama.
"Isu ini adalah isu yang sangat dekat dengan kita, di Indonesia dan Filipina, bahkan juga di NTB. Pertemuan dan tukar pengalaman seperti ini akan sangat berguna, sebab para generasi muda bukan hanya sebagai problem semata tetapi akan menjadi perumus solusi untuk problem-problem ini," ucapnya.
Karena itu, kerjasama RI-Filipina akan menjadi model yang baik. Sebab, tokoh muda agama di dua negara bisa berbagi bukan hanya keberhasilan, tetapi juga kendala dan tantangan masing-masing, untuk kemudian merumuskan pendekatan untuk solusi. Terlebih lagi, kedua negara memiliki banyak kesamaan kultur dan budaya.
Sementara itu, Deputi Pendidikan Keluarga BKKBN RI, Sanjoyo mengatakan, peran tokoh agama sangat berpengaruh dalam keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia selama tiga dekade terakhir ini.
"Pada 1970 itu rata-rata tiap keluarga memiliki 5.6 anak, sedangkan saat ini rata-rata 2.4 anak. Peran ulama dan tokoh agama sangat berpengaruh untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, salah satunya menghapus idiom banyak anak banyak rezeki,"katanya.
Menurutnya, konsep keluarga kecil dalam KB merupakan inti kesejahteraan keluarga. Saat ini dari 30 juta pasangan usia subur di Indonesia, lebih dari 61 persen sudah menjadi peserta aktif KB.
Kepala BKKBN NTB Lalu Makripuddin, menuturkan selama di NTB 16 peserta dari Filipina akan mengunjungi Ponpes Nurul Hakim di Kecamatan Kediri, Lombok Barat yang sudah memiliki pusat konsultasi kesehatan reproduksi remaja.
"Mereka juga akan ke Puskesmas Lingsar, Lombok Barat yang sudah mengaktifkan sentra layanan KB, dan beberapa sekolah menengah atas di Lombok Barat," katanya.
Meski demikian, diakuinya angka pernikahan usia dini di NTB masih tinggi. Setidaknya tercatat lebih dari 58 persen pasangan menikah di NTB melangsungkan perkawinan di bawah usia, sementara angka rata-rata nasional di bawah 50 persen.
Walaupun begitu, ia menambahkan NTB juga menjadi daerah yang paling aktif menekan angka pernikahan dini dan menjadi daerah pertama yang menerbitkan Surat Edaran Gubernur tentang pematangan usia perkawinan. Melalui edaran tahun 2014 itu, NTB mengatur pasangan nikah minimal 21 tahun.
"Intinya kita sama- sama belajar. Tentu ada hal-hal baik di Filipina yang juga bisa dipetik hikmahnya di NTB," kata dia.
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016