Tapi aksi perlawanan dan konflik terus berlangsung dan menimbulkan dampak yang menghancurkan pada kehidupan rakyat biasa Afghanistan.
"Ini adalah peringatan ke-15 perang pimpinan AS melawan Taliban dan kelompok teror lain, tapi rakyat masih menderita akibat bentrokan dan pengeboman," kata Farid Ahmad (33), warga di Ibu Kota Afghanistan, Kabul, kepada Xinhua pada Jumat (7/10).
"Anda tahu, keamanan adalah bagian mendasar bagi kehidupan sehari-hari. Tapi rakyat Afghanistan menderita akibat bom bunuh diri, pembunuhan terarah di kota besar, sementara warga desa seringkali meninggal dan cedera akibat serangan gerilyawan di daerah pinggiran," kata Ahmad.
Ia juga menjelaskan bagaimana tentara Afghanistan yang didukung oleh pasukan asing secara rutin menyerang gerilyawan di seluruh negeri tersebut, tapi menyoroti kenyataan bahwa pelaku teror masih aktif dan membunuh orang yang tak berdosa hampir setiap hari, demikian laporan Xinhua.
"Perang melawan teror telah gagal mengusir pelaku teror," katanya.
Aksi udara dan darat militer AS dimulai pada 7 Oktober 2001 dan rejim Taliban ambruk dalam waktu satu bulan di seluruh Afghanistan.
Untuk menang dalam perang melawan teror dan menjamin kestabilan serta perdamaian yang langgeng di negara Asia Tengah itu, pasukan NATO pimpinan AS telah menggelar lebih dari 140.000 prajurit di Afghanistan pasca-Taliban.
Namun, pasukan asing menuntaskan misi tempur mereka sampai akhir 2014.
Tapi, sebanyak 13.000 prajurit asing tetap ditempatkan di Afghanistan untuk misi Resolute Support (RS), pimpinan AS, untuk membantu pasukan Afghanistan di bidang pelatihan, pemberian saran dan dukungan buat mereka dalam perang melawan gerilyawan.
"Situasi keamanan di kabupaten terpencil masih tetap tegang selama dua tahun belakangan," kata Ahmad.
Taliban telah merajalela sejak mereka melancarkan apa yang mereka sebut serangan tahunan musim semi pada pertengahan April di berbagai wilayah di Afghanistan, termasuk Kabul, yang menewaskan serta melukai ratusan orang.
Pada Senin, petempur Taliban memasuki Kota Kunduz di bagian utara negeri tersebut.
Kota Kunduz sempat dikuasai oleh Taliban pada September lalu, sehingga menewaskan beberapa orang dan melukai lebih dari 2.000 warga sipil serta personel keamanan.
"Taliban merebut Kota Kunduz satu tahun lalu. Mereka membunuh orang dan menghancurkan kantor pemerintah. Saat ini, tentara Afghanistan dan pasukan pimpinan NATO gagal mempertahankan kota itu," kata Ahmad.
Ia menambahkan warga sipil seperti dia sangat marah dengan kegagalan pemerintah untuk secara cepat menanggapi dan menghentikan anggota Taliban memasuki Kota Kunduz.
(Uu.C003)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016