"Jika dilihat dari potensinya, pajak sarang burung walet cukup besar, tetapi dari kurang lebih 300 pengusaha sarang burung walet yang ada, hanya sekitar 10 pengusaha yang bayar pajak," ungkap Ahdiansyah saat dihubungi di Balikpapan, Sabtu.
Bahkan, dari lebih kurang 300 bangunan sarang burung walet itu lanjut dia, hanya sekitar 50 bagunan sarang burung walet yang memiliki izin.
Ahdiansyah menjelaskan, pengusaha beralasan omzet yang diperoleh minim, dan Dispenda tidak bisa memaksa pemilik sarang burung walet tersebut untuk membayar pajaknya.
Dispenda Kota Balikpapan menurut ia, sudah berupaya agar pemungutan pajak sarang burung walet itu bisa maksimal, namun upaya tersebut belum dapat terealisasi.
"Kami sudah undang dan mengumpulkan pengusaha sarang burung walet, tetapi mereka mengaku omzetnya minim dan kami juga tidak bisa memaksa untuk bayar pajak kalau keuntungan juga tidak ada," jelas Ahdiansyah.
"Sehingga Dispenda hanya bisa mengimbau agar membayar pajak dengan penuh kesadaran, bayar pajak pada waktunya sebesar 10 persen dari besaran keuntungan yang didapat," ujarnya.
Ahdiansyah menyatakan, instansinya menargetkan pungutan pajak sarang burung walet pada tahun ini (2016) sebesar Rp52 juta, namun hingga September 2016 baru terkumpul Rp18 juta.
Minimnya pungutan pajak sarang burung walet itu tambahnya, karena tidak diketahui kepastian waktu panen, harga sarang burung walet yang masih rendah hingga alasan cuaca panas kerap menimbulkan kebakaran sehingga burung walet meninggalkan sarangnya, termasuk banyak pemilik sarang burung walet tidak memiliki
Pewarta: Novi Abdi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016