Jakarta (ANTARA News) - Plastik berbahan biomassa yang mudah terurai di tanah atau yang biasa disebut sebagai bioplastik segera akan menjadi salah satu standar dalam kriteria produk kantong plastik ekolabel.
"Jajak pendapat untuk revisi SNI (Standar Nasional Indonesia, red.) kantong plastik ini sedang dilakukan di BSN (Badan Standarisasi Nasional,red.). (Jajak pendapat) terakhir akan dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2016," kata Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Noer Adi Wardojo di Jakarta, Jumat.
Ia memperkirakan penetapan Rancangan Standar Nasional Indonesia pada bulan November 2016 jika tidak ada tanggapan negatif dari BSN.
Harga bioplastik yang berasal dari pati singkong, menurut dia, tidak begitu mahal, sekitar Rp200 per lembar.
Baru dua produsen yang memproduksinya, salah satu di antaranya Enviplast yang mampu terdaur ulang dengan sendirinya oleh mikroba di tanah dalam 3 s.d. 6 bulan.
"Asal tidak terkena air panas, aman. Kalau terkena air panas, akan sobek," ujarnya.
Dengan ditambahkan kriteria bioplastik untuk SNI kantong plastik ekolabel ini, menurut dia, sebenarnya merupakan bentuk kesepakatan pengurangan sampah yang berada di tempat pembuangan akhir (TPA).
Hal ini karena kantong dari biomassa ini tidak memerlukan daur ulang lagi, atau cukup disobek-sobek atau digunting-gunting dan dipendam di tanah hingga terurai dengan sendirinya oleh mikroba di tanah.
Kepala Bidang Standarisasi Produk Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nurmayanti mengatakan bahwa rantai karbo pada bioplastik dipotong sehingga menjadi cepat terurai. Namun, persyaratannya harus dipendam di tanah, tidak boleh ke air.
Saat ini, kata dia, revisi standar tersebut masih Rancangan Standar Nasional Indonesia 3 (RSNI3). ISO 14020 dipakai dan kriteria dibuat untuk standar Indonesia.
Pada dasarnya, menurut dia, SNI berbeda dengan kriteria dari Kementerian Perindustrian yang mengedepankan mutu produk, sedangkan kriteria Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan lebih pada kriteria lingkungan dengan tetap mengedepankan prinsip "reduce, reuse, dan recycle".
Pewarta: Virna P. Setyorini
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016