Pamekasan (ANTARA News) - Kepolisian Resor Pamekasan, Jawa Timur, membuka posko pengaduan bagi korban Dimas Kanjeng Taat Pribadi asal Probolinggo yang kini ditahan di Mapolda Jatim karena kasus pembunuhan dan penggandaan uang.
"Posko pengaduan ini khusus untuk korban Dimas Kanjeng Pribadi yang berasal dari Kabupaten Pamekasan," kata Kapolres Pamekasan AKBP Nuwo Hadi Nugroho dalam keterangan persnya di Pamekasan, Jumat.
Ia menjelaskan selama ini memang belum ada warga yang mengadu menjadi korban Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu.
Namun demikian, katanya, polisi perlu melakukan upaya proaktif dengan membuka posko pengaduan itu.
"Saya berharap jika memang ada warga Pamekasan yang menjadi korban dimas kanjeng ini hendaknya melapor karena informasi yang kami terima, korban di Dimas Kanjeng ini dari berbagai daerah," kata kapolres.
Pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi ini ditangkap Polda Jatim pada Kamis, 22 September 2016, pukul 01.00 WIB hingga 08.30 WIB.
Ia ditangkap lantaran disangka menjadi otak pembunuhan muridnya, yakni Abdul Ghoni dan Ismail.
Penangkapan terhadap Kanjeng Dimas karena dia sudah tiga kali mangkir dipanggil Polda Jatim untuk diperiksa soal dugaan pembunuhan yang dilakukan. Ribuan personel polisi dari Polres Probolinggo dan Polda Jatim dengan bersenjata lengkap beserta sejumlah mobil khusus pengurai massa dikerahkan saat penangkapan.
Belakangan Dimas Kanjeng juga diketahui sebagai pelaku penipuan dalam kasus penggandaan uang.
Hasil penyelidikan petugas kepolisian menyebutkan, nilai penipuan yang dilaporkan itu mencapai Rp830 juta dan Rp1,5 miliar.
Dimas Kanjeng Taat Pribadi diketahui memang membuka praktik dengan sistem "multilevel marketing" (MLM), yakni per orang menyetor uang Rp25 juta dan dikumpulkan kepada orang kepercayaannya.
Namun, meski Dimas telah ditangkap petugas, para pengikutnya masih banyak bertahan di padepokan.
Hingga 4 Oktober 2016, tercatat ada 242 orang Jawa dan Luar Jawa yang masih menetap di Padepokan Dimas Kanjeng pimpinan Taat Pribadi yakni Pasuruan (4), Situbondo (15), Banyuwangi (5), Lumajang (6), dan Gresik (2).
Selain itu, Tuban (1), Nganjuk (8), Madiun (5), Blitar (3), Kediri (6), Malang (2), Jember (9), Jombang (2), Sidoarjo (2), Surabaya (1), Lamongan (2), Sumenep (3), Bangkalan (1), dan Trenggalek (2).
Berikutnya, Jawa Tengah (19), Semarang (5), Grobokan (9), Demak (6), Sragen (7), Surakarta (3), Kudus (1), Jawa Barat (8), Cirebon (3), Indramayu (6), Tasikmalaya (2), Kuningan (1), Yogyakarta (5), Jakarta (9), dan Bandung (8).
Selanjutnya, Pontianak (28), Banjarmasin (4), Batam (4), Lembang (1), Bengkulu (1), Lampung (3), Riau (1), Makassar (3), Gorontalo (3), Palu (1), Bali (20/non-Muslim), dan Papua (2/non-Muslim).
"Pamekasan memang tidak disebutkan dalam data ini, namun demikian, kami memandang perlu untuk tetap membuka posko, barang kali saja Pamekasan luput dari pendataan ini," kata Kapolres Pamekasan AKBP Nuwo Hadi Nugroho.
Pewarta: Abd Aziz
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016