Jakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara memperkirakan pemilihan presiden di Amerika Serikat 8 November mendatang tidak akan menimbulkan volatilitas berlebihan ke pasar keuangan, termasuk terhadap nilai tukar rupiah.
Mirza di Jakarta, Jumat, mengatakan dirinya memantau pelaku pasar terus melakukan penyesuaian dalam bertransaksi, mengikuti hasil berbagai survei menjelang Pemilu AS mendatang.
Dengan demikian, hasil Pemilu AS tidak akan jauh berbeda dengan ekspektasi yang sudah terbangun di pasar.
"Harusnya tidak ada gejolak. Pasarkan adjust (menyesuaikan) terus. Ini kan survei terus. Setiap survei diumumkan, pasar pasti ada penyesuaian," ujarnya.
Jika terdapat volatilitas kurs rupiah di pasar keuangan, lanjut Mirza, BI sudah bersiap untuk mengintervensi agar level kurs rupiah sesuai takaran fundamental ekonomi domestik.
"Kita awasi saja, apakah kalau Hillary yang menang ada dampaknya terhadap kurs dolar AS, Trump yang menang ada dampaknya pada dolar AS," ujarnya.
Mirza menuturkan bank sentral akan menjaga pergerakan kurs agar tidak terlalu lemah dan juga tidak terlalu kuat, melainkan stabil di posisi fundamentalnya.
Stabilitas kurs rupiah penting untuk mendorong kegiatan transaksi ekspor dan impor yang lebih kompetitif.
"Karena dengan stabilitas kurs, importir yang memerlukan valuta asing (valas) untuk impor mereka bisa lebih memprediksi. Sedangkan eksportir yang menerima valas mereka bisa tau dan percaya diri untuk menjual valasnya," jelasnya.
Pemilu Presiden AS akan berlangsung pada 8 November 2016, dengan dua kontestan, wakil Partai Demokrat Hillary Clinton, serta kandidat Partai Republik, Donald Trump.
Debat antara dua kandidat presiden negara adi daya tersebut selalu mempengaruhi kepercayaan investor tentang prospek Amerika Serikat. Penguatan kurs rupiah hingga berada di level 13.000 per dolar AS sejak akhir September 2016 lalu juga salah satunya disebabkan sentimen akibat debat capres AS.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016