...mulai dari anggota TNI, anggota Polri, purnawirawan, pekerja swasta, PNS dan mantan anggota DPRD Situbondo."Situbondo (ANTARA News) - Seorang mantan pengikut Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Situbondo, Jawa Timur menyatakan jumlah pengikut di Kota Santri itu mencapai sekitar 3.700 orang yang berasal dari berbagai kalangan.
"Ribuan pengikut Dimas Kanjeng di Situbondo yang saya tahu dari berbagai kalangan, mulai dari anggota TNI, anggota Polri, purnawirawan, pekerja swasta, PNS dan mantan anggota DPRD Situbondo," kata Junaedi, mantan pengikut Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Situbondo, Kamis.
Ia mengetahui pasti jumlah pengikut Dimas Kanjeng karena menjadi pengikut padepokan yang dipimpin Taat Pribadi itu sudah sejak tahun 2011 atau setelah satu tahun korban pembunuhan Ismail Hidayah bergabung menjadi pengikut padepokan yang ada di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo itu.
Junaedi menceritakan selama menjadi pengikut Taat Pribadi yang kini telah menjadi tersangka otak pembunuhan dan penggelapan dengan modus penggandaan uang kepada pengikutnya itu, kerap juga mengikuti pengajian di Padepokan Dimas Kanjeng sehingga mengetahui warga Situbondo saja yang juga menjadi pengikut Dimas Kanjeng.
"Saya akui terperdaya dengan tipu-tipu yang dilakukan Taat Pribadi dan menjanjikan uang yang saya setor sebanyak Rp205 juta sebagai mahar bisa digandakan, tetapi ternyata itu bohong," katanya
Ia sudah mulai curiga tertipu sejak 2014 oleh karenanya pria yang juga menjadi Ketua LSM Gempur Situbondo itu berusaha mengundurkan diri menjadi pengikut Padepokan Dimas Kanjeng.
Uang mahar yang diberikan oleh ribuan orang pengikut Dimas Kanjeng di Situbondo, lanjut dia, jumlahnya bervariasi, mulai dari Rp1 juta hingga ratusan juta rupiah.
"Kalau korban penipuan Dimas Kanjeng yang melapor ke Polres Probolinggo hanya ada empat orang, yang lainnya tidak melapor itu ada dua kemungkinan, bisa karena malu dan juga karena takut," ucapnya.
Pewarta: Novi Husdinariyanto dan Zumrotun Solichah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016