...bohong itu...
Jakarta (ANTARA News) - Mantan sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi membantah meminta Rp3 miliar untuk membiayai turnamen tenis MA sebagai imbalan pengurusan perkara revisi penolakan permohonan eksekusi tanah PT Jakarta Baru Cosmopolitan (JBC).

"Nggak ada, nggak ada, bohong itu, nanti saya jelaskan di pengadilan itu," kata Nurhadi kepada wartawan yang menanyainya tentang penerimaan uang Rp3 miliar seusai dimintai keterangan di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Nurhadi hanya mengatakan bahwa ia dimintai keterangan mengenai operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

"Hanya klarifikasi, kaitan tentang OTT saja," jawab Nurhadi singkat.

Dalam dakwaan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution disebutkan bahwa bagian hukum/legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti melaporkan kepada Komisaris Utama Lippo Group Eddy Sindoro agar membuat surat memo yang ditujukan kepada promotor yaitu Nurhadi selaku Sekretaris MA guna membantu pengurusannya.

Setelah itu Edy Nasution menghubungi Wresti dan menyampaikan bahwa dalam rangka pengurusan penolakan atas permohonan eksekusi lanjutan, atas arahan Nurhadi agar disediakan uang sebesar Rp3 miliar.

Permintaan Rp3 miliar itu diawali dengan adanya putusan Raat Van Justitie Nomor 232/1937 tanggal 12 Juli 1940 yang merupakan milik dari ahli waris Tan Hok Tjiou namun dikuasai oleh PT Jakarta Baru Cosmopolitan (JBC) yang telah dijadikan lapangan golf Gading Raya Serpong sehingga ahli waris Tan Hok Tjioe meminta eksekusi yang juga berdasarkan petunjuk Mahkamah Agung pada 23 Juli 2987 eksekusi didelegasikan ke PN Tangerang.

Pada saat akan dilakukan eksekusi, PT JBC mengajukan surat keberatan pada 11 November 2013 ke PN Jakpus yang menyatakan untuk sementara tidak dapat dilakukan eksekusi, namun dibalas oleh ahli waris Tan Hok Jioe dengan mengirimkan surat pada November 2014 dan Februari 2015 agar menindaklanjuti pelaksanaan eksekusi.

Pihak PT JBC atau Lippo Group mengetahui adanya permohonan eksekusi lanjutan atas tanah tersebut dari ahli waris melalui kuasanya.

Kemudian Eddy Sindoro dan Ervan Adi Nugroho mengutus Wresti Kristian Hesti sebagai staf legal Lippo Group mengurus untuk menolak permohonan eksekusi lanjutan dengan menemui Eddy Nasution selaku panitera/sekretaris PN Jakpus. Pertemuan itu berlangsung pada Agustus 2015.


Minta Uang

Pada 13 Agustus 2015, Wresti menyampaikan permintaan uang itu kepada Eddy Sindoro dan Ervan melalui BBM yang berisi "Pak, pesan sdh disampaikan infor yang diterima ybs jumlahnya 3. Tp stlh saya info, ybs coba tekan ke 2, hasilnya spt itu Pak","..maunya dlm bentuk negeri seberang ya..merlion", namun Eddy Sindoro menyanggupinya hanya sebesar Rp1 miliar. Wresti pun menyampaikan kesanggupan pemberian Rp1 miliar itu kepada Eddy Nasution.

"Namun terdakwa melalui telepon menyampaikan bahwa sesuai arahan Nurhadi yang sering disebut Wu, uang tersebut akan digunakan untuk event tenis seluruh Indonesia yang pada akhirnya terdakwa menurunkan permintaan uang tersebut menjadi sebesar Rp2 miliar," jelas jaksa.

Wresti pun menyampaikan hal itu melalui BBM kepada Eddy Sindoro dengan mengirimkan pesan berisi "Pak, td kawan Pusat menelpon, angka tatap 2 sesuai yang disampaikan Wu kpd ybs. Dia minta secepatnya krn akan dipakai utk event turnamen tenis seluruh Ind. Please advise. Tks"," Bpk sdh sampaikan ke sya setengah dr yg dia minta kira2 sepuluh hari yg lalu dan sya sdh sampaikan kpd dia. Dia bilang akan bicara lagi dgn Wu. Dan kmrn dia bilang, tetap dgn jumlah itu yg dia minta itu sbgmana sdh disetujui Wu,".

Terhadap permintaan uang itu, Eddy Sindoro pun hanya menyanggupi pemberian uang Rp1,5 miliar. Wresti menyampaikan hal itu pada 23 September 2015 kepada Edy Nasution, dan Edy pun menyetujuinya

Pada 7 Oktober 2015, Edy Nasution menagih uang Rp1,5 miliar kepada Wresti untuk turnamen tenis di Bali, berdasarkan penelusuran, turnamen tenis itu adalah turnamen tenis beregu memperebutkan piala Ketua Mahkamah Agung pada 10-15 Oktober 2015.

Eddy Sindoro pun menyetujui untuk mengambil uang dari PT Paramount Enterprise International (PEI) dan meminta Wresti untuk menghubungi Ervan guna menyiapkan uang. Wresti selanjutnya menghubungi Doddy untuk mengambil uang itu ke Ervan.

Doddy pun mengambil uang dari Ervan pada 26 Oktober 2015 di PT PEI. Selajutnya Doddy menghubungi Eddy Nasution untuk bertemu di hotel Acacia, Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat. Uang Rp1,5 miliar dalam mata uang dolar Singapura pun diserahkan dalam amplop coklat besar di hotel itu pada sekitar pukul 09.35 WIB.

KPK saat ini juga tengah melakukan penyelidikan terkait Nurhadi.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016