Jakarta (ANTARA News) - Jaksa penuntut umum menyatakan yakin Wayan Mirna Salihin meninggal dunia karena diracun saat membacakan tuntutan dalam sidang perkara kematian Mirna dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu.
"Ada sianida di dalam tubuh korban, ahli forensik kami berkesimpulan kalau Mirna tewas akibat diracun," kata jaksa Ardito Muwardi berdasarkan analisis fakta dan kajian dalam 26 sidang perkara itu.
"Keterangan ahli yang didatangkan jaksa mencakup bidang-bidang berbeda, namun saling bersesuaian dan saling melengkapi, bahwa ada sianida yang digunakan untuk membunuh Mirna," kata Ardito di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jaksa juga yakin Mirna meminum racun melebihi batas sehingga kejang, pingsan dan akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Abdi Waluyo.
"Telah dapat dipastikan Mirna meminum racun sianida yang racunnya di atas lethal dosis," kata Ardito tentang kematian putri Edi Dharmawan Salihin.
Jaksa mengaku tidak menemukan pergerakan para barista dan penyaji kopi di Kafe Olivier memasukkan racun sianida ke dalam es kopi Vietnam yang dipesan Jessica untuk Mirna berdasarkan analisis ahli digital forensik terhadap rekaman Closed Circuit Television (CCTV) Kafe Olivier.
Namun jaksa meyakini Jessica yang menabur racun sianida ke es kopi Vietnam Mirna.
"Hasil pemeriksaan digital forensik dari pergerakan terdakwa, ada pergerakan berupa tangan yang terlihat ada gerakan dari dalam tas ke atas meja. Dapat dinilai pemeriksaan ahli berkesesuaian terhadap pembunuhan Mirna dengan cara merencanakan memakai sianida," jelas Ardito.
Jaksa juga mempercayai video CCTV yang ditampilkan tidak melewati proses penyisipan maupun pemotongan frame sehingga bisa menerangkan kejadian secara utuh mulai dari Jessica datang sampai Mirna kejang.
"Rekaman CCTV tidak ada penyisipan maupun pemotongan frame-frame. Gerakan-gerakan di Olivier bisa menerangkan kejadian secara utuh, mulai dari kedatangan terdakwa di meja 54," kata Ardito.
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016