Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengawasi langsung persidangan mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur (Kadin Jatim) La Nyalla Mahmud Mattalitti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
"Kejagung minta tim koordinasi dan supervisi (korsup) KPK melihat penuntutan kasus ini. Makanya ada staf KPK yang hadir di situ, termasuk kami pimpinan ingin melihat supaya hubungan Kejaksaan dengan KPK menjadi lebih baik ke depan," kata Laode di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Dalam perkara ini La Nyalla didakwa mendapatkan keuntungan sebesar Rp1,1 miliar dan merugikan keuangan negara Rp27,76 miliar dari dana hibah pengembangan ekonomi provinsi Jatim tahun 2011-2014 dari nilai total anggaran Rp43 miliar.
Pada sidang pembacaan dakwaan 5 September 2016 lalu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) Ranu Mihardja juga menghadiri sidang tersebut.
Sidang hari ini menjadwalkan pemeriksaan tiga orang saksi yaitu Penyelia Bank Jatim Sri Bondan Ella, Marketing Bank Jatim Alexanderia Sukmawati dan mantan Dirut Bank Jatim Tri Udjiarti.
"Semua kasus korupsi itu penting bagi KPK, tapi karena ini permintaan khusus Kejaksaan, maka kami bantu Kejaksaan, ini sebagai bentuk korsup dengan Kejaksaan Agung. Setiap kasus korupsi kalau disempatkan diperhatikan oleh KPK, sejak dari penyelidikan dan penyidikan kasus ini Kejaksaan Agung meminta bantuan KPK," ungkap Laode.
Menurut Laode, KPK juga yang meminta agar persidangan dipindahkan dari Jatim ke Jakarta meski tempat kejadian perkara itu berada di wilayah Jawa Timur.
Laode juga menjelaskan ada sejumlah bukti yang diberikan KPK terkait kasus tersebut.
"Misal bukti-bukti yang dibutuhkan kejaksaan yang dimiliki KPK bisa disuplai ke Kejaksaan, ada beberapa lah dokumen yang diminta, setelah KPK membantu alhamdulilah dapat," ungkap Laode.
Dalam perkara ini, La Nyalla mendapatkan dana hibah pengembangan ekonomi provinsi Jatim senilai Rp48 miliar namun sebesar Rp5,36 miliar digunakan untuk pembelian Initial Public Offering (IPO) Bank Jatim pada 2012 dan dijual lagi pada 2013 dengan nilai total seluruhnya Rp6,411 miliar.
La Nyalla juga membuat Surat Pengakuan Hutang yang seolah-olah dilakukan pada tanggal 9 Juli 2012 sebesar Rp5,359 miliar padahal menurut jaksa surat itu bukan dibuat tangal 9 Juli 2012 melainkan dibuat setelah meterai tersebut dicetak yaitu pada 23 Juli - 7 November 2012.
Menurut jaksa, La Nyalla juga masih membuat Surat Keputusan Pendelegasian Kewenangan dengan tanggal mundur dan terakhir La Nyalla memerintahkan perubahan transaksi giro mengenai saham IPO atas nama La Nyalla untuk menutupi kesengajaannya yang telah menggunakan Dana Hibah Kadin Jatim.
Karena perbuatannya tersebut, La Nyalla didakwa berdasarkan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016