Kepala ahli ekonomi IMF, Maurice Obstfeld, mengatakan dalam konferensi pers yang disiarkan langsung dari Washington DC, Amerika Serikat, Selasa, pukul 09.00 waktu setempat, angka itu sedikit lebih tinggi dari perkiraan IMF pada Juli 2016, yakni 4,1 persen, dan diperkirakan akan tumbuh mencapai 4,6 persen pada 2017.
"Secara keseluruhan, ketahanan Asia-Pasifik masih berlanjut di tengah kelesuan global," kata dia.
Meskipun tetap tumbuh, namun IMF menggarisbawahi bahwa terdapat perbedaan ketahanan yang cukup tajam di antara negara-negara berkembang di tiap kawasan.
Di kawasan Asia-Pasifik, pemulihan kondisi ekonomi China masih menjadi faktor utama yang mempengaruhi ekonomi negara-negara berkembang di sekitarnya, antara lain melalui kebijakan pemerintah yang terus berusaha mengganti ketergantungan mereka pada investasi dan industri menuju konsumsi dan jasa.
Kebijakan tersebut diperkirakan dapat memperlambat pertumbuhan dalam periode singkat, namun dalam waktu yang sama juga membangun fondasi ekspansi ekonomi yang lebih berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama.
Meskipun demikian, Obstfeld mengatakan pemerintah China harus mengambil langkah cepat untuk mengontrol kredit yang "meningkat dengan kecepatan yang berbahaya" dan menghentikan tunjangan modal pada perusahaan milik negara yang tidak menguntungkan.
Di tengah proses pemulihan tersebut,�IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 6,2 persen pada 2017, lebih rendah daripada pertumbuhan di 2016 yang sebesar 6,9 persen.
Untuk terus mempertahankan pertumbuhan di tengah kelesuan global, IMF mendorong negara-negara berkembang untuk terus mereformasi struktural untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, kesesuaian spesialisasi pekerjaan dan mengurangi hambatan perdagangan.
IMF akan menyelenggarakan konferensi pers tentang perkiraan ekonomi untuk negara-negara wilayah Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, Kamis (6/10).
Pewarta: Azizah Fitriyanti
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016