Jakarta (ANTARA News)- Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) merasa prihatin terhadap pelaksaanaan hukum di Indonesia yang tidak dilaksanakan secara konsisten oleh aparat hukum.
Reformasi hukum yang ingin digagas pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, cukup penting namun yang lebih penting adalah perlunya konsistensi dalam melaksanakan hukum yang sudah ada itu agar tidak terjadi bias interprestasi dimasyarakat, kata Ketua APPTHI, Dr Laksanto Utomo seusai jumpa pers, yang menjelaskan rencananya akan menyerahkan konsep paket hukum kepada pemerintah, di Jakarta, Selasa.
Para praktisi hukum kata Laksanto, harus bebas dari "pengaruh" pejabat atau kelompok mana pun agar masyarakat dapat menangkap pesan bahwa hukum dilaksanakan secara benar, pasti dan adil oleh aparat hukum.
KPK akhir--akhir ini banyak disoroti oleh sebagian masyarakat lantaran seolah tidak melaksanakan hukum sesuai dengan yang seharusnya, dalam kasus pembelian tanah untuk Sumberwaras dan reklamasi pantai Jakarta Utara
"Proses yang tidak transparan dan implementasi hukum yang kurang konsisten akan menjadikan problem menurunnya persepsi hukum di masyarakat," kata Laksanto.
Jumpa pers yang dihadiri Prof. Dr. Faisal Santiago, dari Universitas Borobudur, Dr. Ahmad Redi, Univ Taruma Negara dan Dr. Firman Freadi Busroh, dari Sekolah Tingi Hukum Sumpah Pemuda Palembang, Laksanto menambahkan, terjadinya karut marut hukum nasional belakangan ini harus menjadi perhatian serius dari pemerintah agar Indonesia tidak jatuh ke lubang jurang keterpurukan.
Penegakan hukum yang menciderai keadilan, moralitas, dan integritas dari aparat penegakan hukum akan sangat membahayakan bagi kelangsungan Indonesia yang sudah berkomitmen sebagai negara yang berlandaskan pada hukum, katanya.
Sementara itu, Prof. Dr. Santiago menambahkan, dalam waktu dekat ini pihaknya akan bertemu dengan Menko Polhukam Wiranto untuk menyerahkan masukan sembilan paket kebijakan hukum dari APPTHI.
Dari sembilan paket kebijakan hukum sebagai masukan dalam rangka reformasi hukum oleh pemerintah itu antara lain, Sistem Penegakan Hukum dibidang Kekuasaan Kehakiman, Penataan Sistem Pemilu dan Pemerintah Daerah, Pembangunan Sistem Ekonomi Kerakyatan, Tata Kelola Moneter Perpajakan dan Paket Refoormmasi Agraria.
Penataan hukum di lingkungan kekuasan kehakiman, kata Santiago meliputi penataan administrasi, sistem rekrutment dan sistem pengawasan yang belum berlaku secara baik. Sementara sistem Pemilu dan Pilkada Daerah, perlunya melakukan harmonisasi terhadap UU parpol, UU Pilpres dan UU Pilkada dan UU parpol yang saat ini tampaknya belum tertintegrasi, padahal masalahnya dapat diserderhanakan.
Menyangkut adanya UU Amnesti Pajak, sebagai tata kelola moneter dan perpajakan, menurut Laksanto, pemerntah dinilai belum melakukan sosialisasi secara optimal sehingga masyarakat banyak merasa ketakutan dari adanya UU tersebut.
"Jika mau berburu di kebon binatang, maka mestinya cukup dilokalisasi saja, tidak perlu menyasar kemana-mana agar tidak menjadikan ketakutan dari pihak lain. Juklak dari UU Tax Amnesti yang kurang dipersiapkan secara baik itulah yang menimbulkan persepsi miring dimasyarakat," katanya seraya menambahkan kedepan pemerintah jika akan membuat UU tidak terkesan dadakan, atau terburu-buru.
(Y005/A011)
Pewarta: Theo Yusuf, Ms
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016