Kepala Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan KLHK Noer Adi Wardojo dalam lokakarya ekolabel di Jakarta, Senin, mengatakan strateginya adalah dengan menjamin ketersediaan dan pemanfaatan produk-produk ramah lingkungan bermutu guna menjamin kepentingan konsumen dan lingkungan.
"Kami terutama berupaya mendorong lebih banyak pihak bisnis yang menuju lebih ramah lingkungan melalui ekolabel," ucap dia.
KLHK setiap tahun akan menghimpun produsen untuk memberikan konsultasi ke bisnis dan kriteria tambahan mengenai ekolabel.
"Dari pihak industri, litbang mereka harus mempercepat pemenuhan kriteria tersebut," kata Adi.
Tujuan dari hal tersebut, kata Adi, selain menyediakan informasi kepada konsumen juga dapat memberikan sinyal bagi pelaku bisnis bahwa pemerintah saat ini sedang menuju ke arah produksi ramah lingkungan.
"Kesempatan ini banyak dimanfaatkan barang dari luar negeri. Kami mulai berdialog, bahwa produk ramah lingkungan ada di Indonesia dan kami mulai pakai," ucap Adi.
Sementara itu, Lunchakorn Prathumratana, tenaga ahli German International Cooperation (Deutsche Gesellschaft for Internationale Zusammenarbeit/GIZ) Thailand, berpendapat kerja sama antara pemerintah dan pihak pemberi standar ekolabel dapat memudahkan pemberian label bagi produk-produk barang dan jasa yang berkelanjutan.
Dia menjelaskan saat ini terdapat tiga tipe label yang mengidentifikasi kinerja ramah lingkungan produk menurut Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO).
Tiga tipe label tersebut adalah Tipe I (ISO 14024), Tipe II (ISO 14021), dan Tipe III (ISO 14025).
Prathumratana menyarankan pemangku kepentingan untuk fokus pada tipe label I, yang sering disebut sebagai ekolabel, karena memiliki kredibilitas tinggi dan mudah untuk diketahui konsumen dalam mengidentifikasi produk ramah lingkungan.
Contoh label tipe I ini antara lain Blue Angel (Jerman), EU Flower (Uni Eropa), Ecomark (India), dan Nordic Swan (negara-negara Skandinavia).
Dalam pengembangan ekolabel, pemerintah pada 2014 telah mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2014 yang memberikan aturan main dan pengakuan bagi ekolabel untuk tipe I dan tipe II.
Pola konsumsi dan produksi berkelanjutan (sustainable consumption and production/SCP) telah menjadi agenda pembangunan global sejak 1990-an. Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro, Brasil, pada 1992 memunculkan pengakuan bahwa penyebab utama kerusakan lanjutan ligkungan pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan.
Kemudian pada 2012, di Konferensi Rio+20 PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan, kepala-kepala negara sepakat untuk mempercepat penerapan SCP dengan mengadopsi Kerangka Kerja 10 Tahun Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan (10YFP) dengan salah satu programmnya, yaitu Consumer Information-Sustainable Consumption and Production (CI-SCP).
Tujuan utama rangkaian kegiatan CI-SCP Indonesia adalah memberikan rekomendasi kegiatan bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam melaksanakan CI-SCP melalui pemberian informasi konsumen, mengubah perilaku ke arah berkelanjutan, dan memperbanyak komunikasi guna mendorong perubahan sikap.
Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016