Dedi (bukan nama sebenarnya), salah satu pengemudi yang ikut berorasi saat itu mengatakan setidaknya ada tujuh tuntutan yang mereka sampaikan, salah satunya soal penghapusan sistem performa.
"Sistem performa menyulitkan pengendara mencapai bonus. Lalu, ada potongan-potongan enggak jelas. Penumpang membatalkan, kami dapat potongan. Kapan kami dapat bonus?" ujar dia di depan Balai Kota Jakarta, Senin.
"Kalau performa turun, maka bonus susah cair. Kalau ada orderan kami biarkan, kami dipotong Rp3.000," imbuh Dedi.
Hal senada disampaikan Eka dan Salim. Pria yang tinggal di kawasan Kebon Jeruk itu juga dipusingkan dengan sistem performa.
"Kalau ada order-an masuk, padahal kami sedang ambil orderan, performa kami langsung turun. Bagaimana mau dapat bonus kalau performa turun. Ini yang buat driver pada kesel," tutur Eka kepada ANTARA News dalam kesempatan yang sama.
Selain itu, para pengemudi juga menuntut perusahaan membuat payung hukum yang independen dari keluhan driver.
Tuntutan lainnya adalah soal transparansi dalam setiap kebijakan dan sistem yang dibuat perusahaan. Perusahaan juga diminta menstabilkan sistem, memberikan kebijakan peraturan yang sewajarnya.
Kemudian, memberikan kebijakan tarif yang rasional untuk seluruh pengendara se-Indonesia.
Dedi mengatakan, sebelumnya, dia dan rekan-rekannya telah melakukan orasi di depan kantor Go-Jek, di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Namun tak ada tanggapan dari perusahaan.
"Kami sudah bergerak ke kantor pusat Go-Jek di Kemang, tetapi setelah ditunggu sampai jam 2 siang tidak ada reaksi dari perusahaan. Kami berinisiatif datang ke Balai Kota. Mana tahu ada bapak-bapak kita yang peduli terhadap nasib kami," kata dia.
Baik Dedi, Eka, maupun Salim, akan tetap melakukan mogok hingga tuntutan mereka dan ratusan pengemudi lain dipenuhi perusahaan.
"Kami enggak takut enggak narik. Anak, istri kami punya rezekinya masing-masing," tutur Dedi.
Pewarta: Lia Santosa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016