Dili, Timor Leste (ANTARA News) - Kandidat presiden dan juga Perdana Menteri (PM) Timor Leste, Ramos Horta, menegaskan bahwa tidak akan memberikan dukungan kepada pemimpin negara muda itu yang sejak awal sudah meragukan eksistensi dan metode pemilihan sebagai pemimpin. Kepada pers internasional dan dalam negeri, di Palacio do Governo, Dili, Kamis, Horta menyatakan, telah sering diinformasikan oleh Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB di Timor Leste, Atur Khan, bahwa terdapat sekitar 150.000 pemilih terdaftar yang tidak memberikan suaranya dalam pemilu perdana presiden lalu. Selain itu, PBB melalui berbagai badan dan seluruh anggotanya di Dili dan seantero negeri juga memberikan laporan bahwa banyak aparatur polisi Timor Leste yang terlibat dalam praktik kampanye hitam berupa intimidasi untuk mendukung satu kandisat tertentu di negara itu. Praktik itu terjadi sejak beberapa bulan lalu dan masih berlanjut hingga kini. "Itu sebabnya, saya bertemu dan berdiskusi dengan Khan semalam. Saya juga minta mereka menyebar lebih banyak personel di pelosok dalam pemilu fase kedua nanti," katanya. Horta memang diketahui sejak awal sangat mesra dengan lembaga-lembaga internasional dan hubungan itu semakin baik setelah dia memenangi Hadiah Nobel Perdamaian pada 1996 bersama Uskup Dili saat itu, Monsegneur Carlos Ximenes Bello. PM kedua Timor Leste itu --Horta menggantikan Mari Alkatiri-- juga telah menyatakan, sejak awal lebih suka jika pemilu itu diselenggarakan sepenuhnya oleh PBB, karena netralitas dan sumber daya yang dimiliki. Namun, saat mengutarakan kehendaknya itu beberapa bulan lalu, para sejawat politiknya di kabinet dan parlemen yang juga dihadiri Presiden Xanana Gusmao, menunjukkan gejala penolakan, baik secara halus atau terang-terangan. Horta sendiri, sebagai kandidat presiden nomor enam, telah mengeluarkan instruksi kepada polisi Timor Leste untuk menahan Kepala Polisi Distrik Viqueque, karena terlibat langsung dalam kampanye gelap itu. Kepada pers, dia khusus menyinggung keunggulan kandidat presiden nomor satu yang diusung partai politik berkuasa, Partai Fretilin, Fransisco Guterres Lu-Olo, yang mampu menyaingi perolehan suaranya secara nasional. Walaupun belum dinyatakan final, di ke-13 distrik yang ada, alias secara nasional, Horta hanya meraih 80.851 suara sementara Lu-Olo sebanyak 103.013 suara, sementara urutan ketiga adalah Fernando La Sama de Araujo, dengan 66.261 suara. "Saya tidak akan sendirian dalam menghadapi ketidakberesan ini. Saya akan senang, jika Lu-Olo memang menang atas kecintaan masyarakat kepada dia, namun bisa saja hal itu bukan yang terjadi sebenarnya," katanya. Horta, yang semula berhubungan mesra dengan faksi Fretilin saat memperjuangkan kemerdekaan Timor Leste, menyatakan, "kemenangan" Lu-Olo bukan hal yang diherankan mengingat partai politik itu mengerahkan berbagai sumber daya dengan biaya sangat mahal untuk memenangi pemilu presiden ini. Horta memberikan sinyalemen bahwa Lu-Olo dengan dukungan Sekretaris Jenderal Partai Fretilin, Mari Alkatiri, yang juga konglomerat negara itu, bahwa partai politik itu sengaja menyewa perusahaan kehumasan asal Brazil yang mengatur pemenangan pemilu di Angola, disertai para ahli demokrasi dari Mozambik. "Saya tidak memiliki semua itu. Saya hanya dibantu orang-orang yang memiliki dedikasi bagi negeri ini. Semuanya dengan biaya sangat rendah," katanya. Untuk memahami kemenangan sementara partai politik itu, dia menyatakan, orang harus memahami budaya intimidasi yang biasa terjadi di negara itu. Orang-orang banyak diberikan pilihan: mendukung mereka atau kehilangan pekerjaan atau kontrak kerja dan proyek. Di Timor Leste, banyak kontrak kerja dan proyek diberikan kepada kalangan tertentu saja, yang bersedia mendukung mereka. Hingga saat ini, hasil perolehan sementara suara masih tidak terlalu bergeser dari hasil sebelumnya. Itu adalah 21,75 persen untuk Lu-Olo dari 522.933 suara yang terdaftar, 21,73 persen bagi Horta dan La Samma mendapat 21,39 persen. Kemungkinan besar ketiga orang kandidat ini bisa melaju ke babak kedua yang akan dilaksanakan antara 8 atau 9 Mei mendatang. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007