Bangli, Bali (ANTARA News) - Bank Indonesia mendorong peningkatan produksi pangan salah satunya kopi di Kintamani, Bali, yang dikembangkan kelompok tani berbasis masyarakat dalam agrowisata terpadu.
"Kopi dari sisi harga di dalam negeri pengaruhnya tidak banyak tetapi kopi produk ekspor. Semakin besar ekspor maka nilai Rupiah juga stabil," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara usai meresmikan pengembangan Agrowisata Terpadu Giri Alam di Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Sabtu.
Produk pertanian lain yang dikembangkan BI di antaranya klaster cabai, bawang dan beras untuk menjaga produksi sehingga inflasi bisa terjaga yang harapannya nilai Rupiah menjadi stabil.
"Kalau produksi kurang sedangkan permintaan banyak maka harga naik. Maka itu kami berikan bantuan teknis, proyek percontohan bagaimana meningkatkan produksi pertanian," imbuhnya.
Bank sentral itu melalui program sosial Bank Indonesia memberikan bantuan teknis kepada Kelompok Tani Harapan Maju, Subak Petung, Desa Batur Tengah, Kintamani, yang mengelola agrowisata terpadu itu di antaranya pembangunan infrastruktur, peningkatan SDM, akses pasar hingga pemasaran produk.
Dikatakan terpadu karena di lahan seluas dua hektare tersebut selain kopi juga dikembangkan produk pertanian lain seperti jeruk kintamani, kembang kol, cabai, labu siam, buah tamarelo dan jambu biji.
Di lokasi itu, wisatawan juga bisa memetik kopi, melihat proses pembuatan hingga menjadi bubuk dan menikmati minuman kopi sebagai bagian wisata agro dengan harga tiket masuk mencapai Rp25 ribu.
Kopi arabika yang dihasilkan kelompok binaan BI itu diklaim memiliki keistimewaan rasa citrus menjadikan kopi arabika Kintamani menjadi kopi pertama di Indonesia yang mendapatkan sertifikasi Indikasi Geografis (IG).
Kabupaten Bangli memiliki luas perkebunan kopi arabika terbesar di Bali seluas 6.600 hektare dengan produksi mencapai 2.477 ton.
Bupati Bangli, Made Gianyar mengapresiasi langkah bank sentral yang memberikan perhatian terhadap ketahanan pangan khususnya di daerah setempat.
Dengan adanya bantuan teknis tersebut, kini para petani tidak hanya memgandalkan untuk bertani semata melainkan dengan pengembangan agrowisata memberikan peningkatan daya tahan ekonomi masyarakat.
Pihaknya juga optimistis pengembangkan agrowisata terpadu ini semakin meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah setempat yang pada tahun 2015 melonjak mencapai 6,21 persen jika dibandingkan tahun 2014 mencapai 5,82 persen.
"Kalau bertani saja, daya tahan ekonomi rendah, sekarang sudah agrowisata, ini luar bisa perhatian BI.
Infrastruktur dibantu, jalan dipaving, ketika BI masuk, petani Bangli diketahui khalayak luas," ucapnya.
Kini agrowisata seluas dua hektare tersebut telah banyak dikunjungi wisatawan baik domestik maupun mancanegara termasuk instansi pemerintah dan petani lain yang ingin belajar.
Pendamping Kelompok tani setempat Dewa Raka menjelaskan bahwa hal itu sesuai dengan konsep pengembangan agrowisata yakni pendidikan, pelestarian, estetika dan ekonomi.
"Sehingga ini terpadu dan sudah dilirik wisatawan dan banyak petani lain yang ingin belajar," ucapnya.
Pewarta: Dewa Wiguna
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016