Menurutnya, keberadaan cendekiawan Muslim, Marwah Daud Ibrahim dalam kelompok padepokan Dimas Kanjeng adalah urusan dan kepentingan pribadinya, ICMI tidak bisa dikait-kaitkan dengan hal itu.
"Gak ada urusan dengan ICMI bila Marwah Daud ada di dalamnya, lagi pula dalam organisasi ICMI tidak ada pembenaran untuk hal-hal yang sifatnya maksiat dan melanggar hukum," kata Jimly saat berkunjungan ke Gorontalo pada kegiatan ICMI setempat, Jumat (30/9).
Dirinya mengaku prihatin dengan kasus ini, dan jadi gambaran umum untuk masyarakat yang sering kehilangan rasionalitas di tengah kebebasan, di mana saat ini banyak bermunculan organisasi seperti Gafatar dan lainnya.
Makin kita merasa bebas, menjadikan orang berpikir ke hal yang aneh juga, sebagian orang mengarah ke radikalisme dan fanatisme yang tidak sehat, yang sudah melanda ke kaum intelektual.
"Jadi fenomena Kanjeng Dimas adalah bagian dari fenomena tadi, dan kita tidak bisa melihatnya sepenggal-sepenggal," ujarnya.
Dalam kasus penggandaan uang tersebut, dilihat dari syariat agama tidak benar, demikian pula dipandang dari hukum negara, sebab untuk membuat uang, negara sudah menunjuk lembaga resmi.
"Penggandaan uang adalah murni pidana, sama halnya dengan membuat uang palsu," tegas Jimly.
Ia mengimbau kepada kaum cendekiawan, harus jadi contoh dan berpikir yang benar baik secara ilmiah maupun hukum negara, dan hukum Agama, jangan sampai terlibat dalam fanatisme buta yang keliru.
Dirinya mempercayakan kasus Kanjeng Dimas ini kepada pihak kepolisian, baik persoalan dugaan kasus pembunuhan maupun kasus penipuan penggandaan uang.
Seperti diketahui, polisi saat ini sedang mengusut kasus pembunuhan terhadap dua mantan santri padepokan. Diduga pemilik padepokan itu merupakan otak pembunuhan tersebut.
Selain itu, polisi juga menyelidiki laporan masyarakat yang merasa tertipu oleh Dimas. Modus penipuan itu yakni meyakinkan korban bahwa dirinya bisa menggandakan uang.
Pewarta: Adiwinata Solihin
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016