Saya hanya menyampaikan untuk terbuka saja kepada KPK, jangan ada yang ditutupi apa yang diketahui terkait proyek E-KTP pada saat itu."
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pihaknya belum menerima pemberitahuan dari pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penetapan mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman sebagai tersangka.
"Saya belum mendengar dan belum ada pemberitahuan dari pimpinan KPK," ujar Tjahjo dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta, Jumat.
Mendagri mengungkapkan dirinya terakhir kali bertemu Irman usai diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka S (Sugiharto) pada 19 September 2016.
Saat itu, Tjahjo mengaku hanya berpesan kepada Irman agar kooperatif dengan KPK.
"Saya hanya menyampaikan untuk terbuka saja kepada KPK, jangan ada yang ditutupi apa yang diketahui terkait proyek E-KTP pada saat itu," jelas Tjahjo kemudian.
KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan KTP elektronik (e-KTP) di tahun 2011-2012.
Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau disebut KTP elektronik pada 2011-2012, penyidik KPK menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan IR (Irman) Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendgari sebagai tersangka.
"Tersangka IR sebagai mantan Plt Dirjen Dukcapil Kemendagri atau selaku Dirjen Dukcapil Kemendagri bersama kawan-kawan dan tersangka S (Sugiarto), diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi terkait pengadaan paket penerapan e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri dengan nilai total proyek Rp6 triliun," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Menurut Yuyuk, Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
"Dugaannya melakukan perbuatan hukum menyalahgunakan kewenangan semacam mark up oleh pejabat yang bersangkutan," tambah Yuyuk.
KPK juga masih mendalami keterlibatan pihak-pihak lain yang diduga terkait kasus ini.
"Penetapan tersangka bukan akhir kasus ini dan masih banyak saksi-saksi yang akan digali dari banyak pihak dan memiliki keterangan, jadi memang untuk melengkapi berkas masih perlu waktu lagi," tegas Yuyuk.
Irman disangkakan pasal 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Selain Irman, KPK sudah menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan sebagai tersangka.
Pewarta: Agita Tarigan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016