Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Wathan, Lalu Abdul Muhyi Abidin menegaskan tidak ada dualisme kepemimpinan di dalam organisasi itu, yaitu kepengurusan yang sah dipimpin oleh Sitti Raihanun Zainuddin AM, sebagai Ketua Umum.

"Sitti dipilih melalui Muktamar ke-13 tahun 2014. Jadi tidak ada dualisme pemimpin di NW," kata Muhyi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Muhyi meminta semua kader organisasi islam terbesar di Nusa Tenggara Barat (NTB) itu menghindari tindakan-tindakan provokatif terkait isu dualisme kepemimpinan di NW.

Dia mengatakan, saat ini organisasinya itu telah tumbuh pesat di berbagai provinsi lewat amal usahanya yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah.

"Lembaga-lembaga yang bernaung di bawah NW dalam penggunaan nama, simbol, lambang, atribut juga harus seiizin Umi Sitti sebagai Ketum PB yang sah," ujarnya.

Dia mengatakan sosok Sitti selain tegas dan santun, yang bersangkutan mampu mempertahankan tradisi-tradisi hasanah organisasi dan memodifikasi budaya organisasi secara fleksibel.

Selain itu menurut dia, Sitti mampu membuat kebijakan strategis dan mengambil keputusan-keputusan yang berani demi tercapainya cita-cita organisasi yang sangat luhur.

"Karena itu, Umi Sitti terus dipercayai menjadi orang nomor satu di NW dalam Muktamar XIII yang diselenggarakan pada 3-5 Mei 2014 di Mataram. Ini menandakan kepercayaan masyarakat NW semakin utuh terhadap kepemimpinannya," katanya.

Dia menjelaskan, kontribusi organisasinya itu terhadap bangsa dan negara dalam bidang pendidikan semakin bertambah pesat, yaitu sekitar 300 unit lebih sekolah dan madrasah telah dibangun.

Muhyi berharap semua kader NW tetap solid, dan terus berinovasi serta menghindari tindak-tindakan yang propokatif di masing-masing di wilayahnya karena keutuhan umat harus dijaga.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) telah menetapkan Sitti Raihanun Zainuddin AM, sebagai Ketua Umum PB-NW yang sah. MA mengambulkan gugatan, Putri Pendiri Nahdlatul Wathan (NW) ini soal pendirian dua badan hukum NW, pada 7 April 2016.

"Sekarang tidak ada lagi dualisme pemimpin di organisasi NW. Putusan MA Nomor 37 K/TUN 2016 harus ditaati. Zainul Majdi bukan pengurus dan bukan Ketum PB NW hasil Muktamar yang sah," kata Muhyi.

Dia menjelaskan, selain putusan MA, juga diperkuat dengan SK Menhuk HAM No AHU-26.AH.01.08 tahun 2016 tertanggal 24 Agustus 2016, tentang Pembatalan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor, AHU-00297.6010.2014, yang menyatakan membatalkan kepengurusan di bawah kepemimpinan Zainul Majdi.

Kemudian diperkuat lagi dengan terbitnya surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-0000482.AH.01.08 Tahun 2016, tertanggal 24 Agustus 2016, tentang Persetujuan Perubahan Badan Hukum Perkumpulan NW.

SK Kemenkumham itu menyebutkan Sitti Raihanun Zainuddin sebagai Ketum PB-NW dan Lalu Abdul Muhyi Abidin, sebagai Sekjen yang sah di kepengurusan NW.

(T.I028/

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016