"Prestasi yang diraih Yamin di kelas 70kg putra nomor randori itu menambah perolehan medali yang diraih Maluku di PON XIX sehingga menjadi tujuh medali emas," kata Humas KONI Maluku, Lucky Sopacua, ketika dihubungi dari Ambon, Rabu malam.
Keberhasilan Yamin tidak diikuti rekannya Thomas Murehuwey (60 kg) nomor randori yang hanya meraih medali perunggu karena dikalahkan atlet dari Bali.
Lucky mengemukakan enam medali emas lainnya disumbangkan dair cabang dayung tiga, tinju dua medali emas dan atletik satu emas.
Maluku yang menerjunkan 63 atlet dari 14 cabang olahraga itu juga meraih tiga medali perak dan delapan perunggu.
Sebanyak 63 atlet itu terdiri atas dayung dan tinju masing-masing 12 orang, atletik (10), ski air (enam), anggaran (lima), karate (empat) dan kempo (tiga).
Sedangkan voli pantai, biliar,layar dan taekwondo masing-masing dua atlet serta tenis meja, balap motor dan selam masing-masing satu atlet.
"Rasanya para atlet maupun pelatih telah bekerja ekstra keras untuk mengukir prestasi terbaik, sekaligus berupaya memperbaiki peringkat lebih dari PON XVIII yang berada di urutan 20," ujarnya.
Maluku pada PON XIX menargetkan meraih delapan medali emas, 12 perak dan 16 perunggu.
Sedangkan di PON XVIII di Riau pada 2012 berhasil meraih empat emas, 10 perak dan lima perunggu.
"Kami akan mengevaluasi hasil yang diraih pada PON XIX yang kenyataannya sejumlah atlet di cabang olahraga tertentu dicurangi penilaiannya oleh wasit maupun hakim sehingga sempat mengajukan protes seperti di cabang olahraga tinju," tandas Lucky.
Sebelumnya Gubernur Maluku Said Assagaff berjanji memberikan bonus Rp150 juta bagi peraih medali emas, Rp100 juta untuk medali perak dan perunggu kebagian Rp50 juta.
Para atlet yang bukan merupakan cabang unggulan bila meraih medali emas diberikan bonus Rp200 juta, perak Rp150 juta dan perunggu Rp100 juta.
"Saya menginginkan para atlet dari cabang olahraga bukan diunggulkan untuk termotivasi lebih tinggi guna mengukir prestasi terbaik," katanya.
Pewarta: Alex Sariwating
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016