Jakarta (ANTARA News) - Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA) menyatakan bahwa komitmen Indonesia dalam kesiapsiagaan nuklir tinggi.
"Komitmen Indonesia akan kesiapsiagaan cukup tinggi. Hal itu bisa dilihat dari skala lapangan yang menunjukkan komitmen pemerintah pada kesiapsiagaan nuklir," ujar Ketua Tim Pengkajian Kesiapsiagaan Nuklir (EPREV) IAEA dalam misi di Indonesia, Toshimitsu Homma, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Tim EPREV yang beranggotakan lima ahli nuklir IAEA itu melakukan kunjungan kerja pada 19 hingga 28 September. Tujuan dari misi itu adalah untuk menganalisis dan mengidentifikasi segala hal yang berhubungan dengan kesiapan pemerintah dalam membangun dan mengoperasikan sistem kesiapsiagaan nuklir nasional.
Sistem kesiapsiagaan tersebut harus mampu merespon terhadap segala kejadian kedaruratan yang melibatkan zat radioaktif atau nuklir.
Homma mengatakan menjelaskan pemerintah Indonesia berhasil membangun kerangka kesiapsiagaan nuklir dan radiologi.
Meski demikian, tim IAEA tersebut menggarisbawahi beberapa hal yakni sistem manajemen kesiapsiagaan nuklir harus didirikan pada tingkat nasional dan diintegrasikan ke dalam sistem tanggap darurat.
"Semuanya kesepakatan kesiapsiagaan nuklir yang terdiri dari beberapa organisasi harus diresmikan."
Selain itu, dia juga meminta agar rencana aksi mengenai kesiapsiagaan nuklir di Tanah Air harus diselesaikan dan diterapkan.
Sementara itu, Direktur Kesiapsiagaan dan Dukungan Teknis Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Dedik Eko Sumargo, mengatakan pengawasan ini merupakan ketiga kalinya IAEA melakukan inspeksi mengenai kesiapsiagaan nuklir.
"Dulu, pertama kali pada 1999, rapor kita merah semua. Sekarang sudah lebih baik, hal ini menunjukkan komitmen Bapeten dalam kesiapsiagaan nuklir," kata Dedik.
Dedik mengatakan hasil dari inspeksi Iaea itu menunjukkan bahwa kapanpun Indonesia siap membangun pembangkit listrik tenaga nuklir, maka Bapeten siap mengawasi dengan standar internasional.
"Jadi sama standar keamanannya dengan yang ada di Jepang maupun dengan yang di Indonesia," kata Dedik.
Pewarta: Indriani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016