"Saya setuju dilanjutkan pelaksanaan relokasi bukan penggusuran yang dilakukan di Bukit Duri . Hal ini dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat dan kualitas lingkungan di kawasan tersebut. Jadi, yang dilakukan Pemda bukan penggusuran ya, tetapi relokasi," katanya saat dihubungi terkait penertiban dan relokasi warga Bukit Duri, di Jakarta, Rabu.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, penertiban bangunan di Bukit Duri, di bantaran Kali Ciliwung, akan dilaksanakan pada Rabu (28/9).
Penertiban bangunan di Bukit Duri dilakukan dalam rangka normalisasi Kali Ciliwung.
"Bukit Duri besok mungkin kita akan bongkar, saya kira," ujar Basuki atau Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu (27/9)
Menurut Nusirwan, program relokasi ini telah dicanangkan sejak puluhan tahun yang lalu dan relokasi tersebut dilakukan untuk membantu pelaksanaan normalisasi Kali Ciliwung oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Akan tetapi, katanya, program ini baru efektif dilaksanakan pada dua tahun terakhir ini saja dengan tujuan utama adalah untuk mengatasi banjir yang selama bertahun tahun selalu menimpa warga di kawasan tersebut.
Program relokasi ini, jelas Nusirwan juga dilakukan untuk menegakkan aturan bahwa pada kawasan sepanjang sempadan sungai harus bebas dari aktivitas warga. Dengan demikian, fungsi sungai tidak menjadi terganggu, sehingga bencana banjir tidak perlu terjadi.
Karenanya, kata Nusirwan, menunda pelaksanaan relokasi akan menambah lama waktu buruknya kualitas hidup rakyat dan lingkungan kawasan. "Program ini, dilakukan untuk menegakkan aturan," katanya.
Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan sendiri telah melayangkan surat peringatan ketiga (SP 3) untuk warga Bukit Duri, Selasa (20/9) kepada 170 pemilik rumah di RW 09, 10, 11, dan 12.
Pemberian SP 3 sempat menuai penolakan dari sejumlah warga. Beberapa warga di RT 06 dan RT 05 ada yang menolak menandatangani surat terima sehingga para petugas Satpol PP hanya menempelkan SP 3 di tembok rumah warga.
Hingga Selasa (27/9), sudah ada 313 keluarga di RW 09, 10, 11, dan 12, yang pindah ke Rusun Rawa Bebek, sementara 70 keluarga belum mengambil unit rusun. Warga yang menerima relokasi sebagian besar sudah membongkar bangunannya, sedangkan 66 keluarga menolak direlokasi.
Penertiban Rabu (28/9) tidak berlaku untuk 13 bidang tanah di RW 10, sebab terdapat 11 warga yang memiliki sertifikat, yang saat ini bukti sertifikatnya sudah diserahkan ke BPN Jakarta Selatan untuk diproses lebih lanjut.
Tranportasi publik
Sementara terkait lokasi relokasi yang seringkali dinilai warga letaknya yang jauh, Nusirwan mengatakan bahwa saat ini pemerintah DKI juga tengah menggenjot keberadaan transportasi publik.
Pemerintah, katanya, sedang mengimplementasikan transportasi publik, seperti LRT, MRT dan angkutan dalam kota lainnya. Namun, diakuinya, hal itu tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat karena proyek tersebut juga baru menjadi perhatian pemerintah sejak dua tahun terakhir ini saja.
"Relokasi yang lokasinya jauh adalah kondisi maksimal yang telah diupayakan pemerintah. Dari pada tinggal di bantaran kali dan di tempat yang kurang layak, maka lebih baik relokasi agar bisa tinggal lebih nyaman dan aman,"ujarnya.
Untuk itu, kata Nusirwan, seiring dengan pelaksanaan relokasi dan pembebasan lahan yang dilakukan Pemda DKI, Kementerian PUPR diimbau juga segera menyelesaikan normalisasi Ciliwung.
"Karena, normalisasi Ciliwung yang dilakukan Kementerian PUPR masih panjang sehingga harus segera diselesaikan," katanya.
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016