Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni mewakili hal-hal yang tidak ditemui pada Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang sama-sama bersaing di Pilkada DKI.
Berbeda dengan Ahok yang dikenal dengan karakter keras, Agus - Syilfi mencerminkan orang-orang yang bisa bernegosiasi.
"Posisi Sylvi merepresentasikan Islam, perempuan dan birokrat DKI yang gelisah dengan perilaku Ahok," katanya saat dihubungi ANTARA News, Selasa.
Perempuan yang pernah jadi Wali Kota Jakarta Pusat itu menurut Noorsy mampu bersikap netral dan bisa tawar menawar dengan situasi.
“Itu modal besar dan penyumbang terbesar bagi Agus,” katanya.
Sementara itu, Agus yang memiliki latar belakang ketentaraan menggambarkan kualitas kepemimpinan.
Pria yang memiliki tiga gelar master ini tumbuh besar di bawah didikan Susilo Bambang Yudhoyono - Ani Yudhoyono yang dinilai membuatnya menjadi orang yang bisa mengadopsi serta mengadaptasi situasi.
"Agus - Sylvi adalah gambaran masyarakat yang tidak fanatik agama, tetapi juga beragama," katanya.
Di sisi lain, Ichsanuddin berpendapat Ahok punya kelemahan terkait hal ini.
“Dia tidak mampu membangun sinergi muslim dan nonmuslim, sementara kekuatan Agus - Sylvi bisa mensinergikan keduanya.”
Sedangkan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno tidak pernah mencerminkan sosok keagamaan yang kental.
Selama ini, Ahok dinilai telah menampilkan sosok yang memusuhi masyarakat bawah. Hal itu menimbulkan simpati dari kalangan tertentu untuk membela masyarakat bawah, meski belum tentu mereka sepenuhnya benar dalam posisi hukum.
"Ahok sedang mengakumulasi kebencian masyarakat secara struktural terhadap dirinya," katanya.
Kebencian yang tertuju pada individu itu dinilai bisa berdampak pada PDIPP, Golkar, Nasdem dan Hanura yang mengusung Ahok. Empat partai itu disebut sedang mengambil jarak psikologis dengan masyarakat Jakarta yang berbahaya untuk kans di pemilu 2019.
“Dalam bahasa sederhana, empat partai itu sedang membenarkan ‘divided society’, mereka bukan lagi penghimpun aspirasi, tetapi pemecah belah aspirasi,” imbuh dia.
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016