Jakarta (ANTARA News) - Memosisikan diri sebagai kandidat antikemapanan, Donald Trump naik panggung debat calon presiden Amerika Serikat Senin malam waktu setempat untuk memesankan perubahan politik dan memenangkan jutaan pemilih yang belum menentukan pilihan.
Namun calon presiden dari Partai Republik itu tidak mampu mengkapitalisasi peluangnya di depan pemirsa televisi yang diperkirakan mencapai 100 juta orang. Alih-alih menampilkan diri sebagai agen perubahan, dia malah lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyerang secara pribadi lawannya dari Demokrat, Hillary Clinton.
Itu menggambarkan paradoks yang mengganggu kampanye Trump. Jajak pendapat menunjukkan para pemilih lapar terhadap perubahan dengan mayoritas rakyat Amerika Serikat menganggap negaranya berada di jalur yang salah.
Namun penampilan dan kecenderungan kurang ajar Trump pada debat malah membuatnya menjadi penyampai pesan perubahan yang buruk.
Trump awalnya bagus dengan menekankan tema "roti dan mentega" pada kampanyenya untuk menggambarkan erosi pada dunia lapangan kerja AS. Namun dengan cepat dia goyah, terutama manakala Hillary mempertanyakan keberhasilan bisnisnya dan penolakannya mempublikan pajaknya, serta tuduhan rasis dan bias jender (sexisme).
Trump juga gagal menjelaskan bahwa AS telah menjadi korban China dalam perdagangan, lapangan kerja yang diserbu orang Meksiko dan geng-geng imigran ilegal yang menjadikan jalan-jalan di kota-kota AS sebagai zona perang.
Robert Adams (75) pemilih yang belum menentukan pilihan asal Boise, Idaho, sempat mengira pandangan distopia Trump memang benar, terutama di kota-kota besar.
Namun setelah melihat debat pertama itu, dia menganggap baik Trump maupun Hillary adalah pilihan menyedihkan untuk rakyat Amerika. Kini dia melihat calon independen Gary Johnson.
Jajak pendapat Reuters/Ipsos menunjukkan 64 persen rakyat Amerika percaya negaranya ada di jalan yang salah. Angka untuk pendapat ini adalah 87 persen dipercaya oleh orang-orang Republik, dan 44 persen kaum Demokrat.
Ketika Reuters bertanya kepada para pemilih untuk memungut satu kata yang paling menarik mereka ketika menggambarkan keadaan negaranya, kebanyakan orang memilih "frustasi", diikuti kata "takut" dan "marah".
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016